• Home
  • Travel
  • Review
    • Film
    • Book
  • Jurnal
    • Event
    • My Space
  • About

                        D e a     M e r i n a

“Don't be pushed around by the fears in your mind. Be led by the dreams in your heart.” ― Roy T. Bennett, The Light in the Heart

Powered by Blogger.


Sebelum dihujat warganet yang budiman, saya mau kasih warning di awal kalo saya bukan expert di bidang ini. Saya tulis ini hanya berdasarkan pengalaman pribadi dan riset terhadap orang-orang sekitar. Jadi, kalau dirasa ada yang kurang pas, bisaaaaaa banget ditambahin di kolom komentar nanti saya tambahin ke tulisan ini hehe 😁 


***


Dari dulu, kita selalu diajarkan untuk menabung. Orangtua, guru, atau orang dewasa lainnya selaluuuuu aja bilang kalau menabung itu penting untuk hidup kita kelak. Punya tabungan banyak bakalan bisa bikin hidup kita tenang 😎 


Tapi, rasanya sebelum bisa menabung, skill yang harus kita punya adalah ‘menghabiskan uang’ dengan cara yang benar. Plis jangan melotot dulu sambil lempar kartu debit ke saya *ngarep 🤪 


Kenapa kita harus belajar cara menghabiskan uang? Bukannya itu hal yang paling mudah dilakukan? Bahkan untuk anak kecil sekali pun 🤔 


Memang sih kedengarannya mudah. Tapi, ternyata butuh waktu dan kesadaran juga buat paham makna menghabiskan uang atau lebih tepatnya berbelanja. Saya sendiri, sejujurnya nggak mendapatkan ‘ilmu berbelanja’ ini saat kecil. Orangtua saya, terutama ayah, justru selalu berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan saya dan saudara-saudara saya selayaknya orangtua yang ingin anaknya selalu bahagia. Yang sayangnya hal tersebut justru bikin saya terlena 😕


Pada akhirnya hal ini pun menjadi kebiasaan yang berlanjut sampai usia 20an. Baru kerasa sewaktu punya penghasilan sendiri. Itu pun harus melewati banyak tahap (gaji yang auto ludes nggak tahu hilang ke mana). Hal yang saya sesali, kenapa saya nggak sadar finansial lebih cepat? Andai kalau saya sadar cepat mungkin saya akan mendapatkan banyak hal yang saya idam-idamkan sekarang *mulai kemaruk haha 🤣


Baca juga: 3 Skill Dasar untuk Menikmati Hidup 

Sebelum kita bisa menabung, seenggaknya hal pertama yang kita lakukan adalah mendapatkan uang (entah uang saku atau gaji). Berapa pun nominal yang kita terima, bakalan bisa lenyap gitu aja kalau kita nggak bisa memahami apa tujuanmu berbelanja. Bahkan, seorang yang bergaji 5juta sekali pun bisa jadi akan selalu kurang kalau dibanding dengan orang yang bergaji 2juta yang mampu berbelanja dengan baik 😶  


Memahami tujuan berbelanja




Kebutuhan setiap orang memang berbeda. Apalagi, didukung latar belakang dan cara pandang seseorang. Bahkan, kelas sosial seseorang juga turut serta dalam caranya membelanjakan uang. Maka dari itu, tujuan berbelanja setiap orang pun akan berbeda-beda. Ada yang berorientasi pada fungsi, ada pula yang mementingkan kualitas 🙂


Sederhananya, saat ada 3 orang di sebuah kantor yang sama dengan jabatan yang sama (gaji pun sama), diberi uang Rp100.000 untuk makan, pasti mereka memiliki cara tersendiri dalam menghabiskan uang itu. Ada si A yang memilih untuk makan di warung sebelah. Menunya secukupnya. Si A bisa menghabiskan Rp30.000 dengan lauk lengkap + es teh manis yang menyegarkan 😍 


Si B yang mager mungkin akan lebih memilih GoFood. Memilih makanan kekinian tapi tetap mempertimbangkan harga, alias cari yang lagi promo kalo bisa. Paling mahal si B akan menghabiskan Rp60.000 😆 


Berbeda dengan si C yang memilih untuk keluar kantor dan mencari restoran yang enak. Merasa jatah uang Rp100.000 harus dinikmati dengan baik, C akan menghabiskan jatah tersebut. Bahkan bisa jadi kurang 😃 


Ketiga orang tersebut memiliki tujuan yang berbeda. Si A lebih memilih makan di warung karena tujuan makan adalah yang penting kenyang. Kalau ada uang lebih dan bisa ditabung, kenapa nggak? 😉 


B memilih kenyamanan dan kenikmatan, tapi tetap mempertimbangakn harga. Berbeda dengan C yang memilih apa yang ia inginkan tanpa mempertimbangkan berapa yang ia habiskan karena menurutnya ia perlu makan-makanan yang enak dan bergizi supaya lebih semangat untuk bekerja. Meski sama-sama kenyang, tapi mereka memilih cara yang berbeda 😜 


Value barang  




Kalau tadi contohnya soal makanan yang penting kenyang, berbeda dengan saat kita akan membeli barang. Setiap barang punya fungsi dan nilainya tersendiri. Kali ini kita bakalan kasih 3 orang yang sama uang Rp500.000 untuk membeli sepatu 👟 


Si A akan memilih sepatu dengan harga paling mahal Rp100.000. Ini dilakukannya karena merasa cukup dengan sepatu tersebut sehingga bisa menabung lebih sisa jatah membeli sepatu tersebut ✨ 


Si B akan memilih sepatu yang dapat bertahan cukup lama dengan harga maksimal Rp250.000. Kalau bisa ia akan mencari sepatu bermerek yang ia tahu berkualitas yang sedang ada diskon 😍 


Sedangkan si C akan memilih sepatu bermerek seharga Rp500.000 karena ia merasa mampu membelinya dan kualitas sepatu tersebut akan cukup baik digunakan dalam jangka waktu yang lama. Jadi ia nggak perlu beli sepatu lagi dalam jangka waktu yang lama 🤩


Pada setiap barang akan memiliki nilai yang berbeda. Seperti hukum jual beli yang kita tahu. Harga tentu sebanding dengan kualitas. Semakin mahal suatu barang, maka kualitasnya nggak perlu diragukan lagi. Dalam hal keawetan, model/design, dan kualitas bahan yang digunakan 👍🏼 


Dalam pemilihannya, si A lebih memilih yang murah meski tahu kualitas sepatu tersebut nggak begitu baik. Bisa jadi dia nggak mempertimbangkan sepatu tersebut nggak akan bertahan lama. Dan hal ini bakalan jadi pengeluaran yang terus menerus kalau dia nggak cepat sadar. Bahkan bisa jadi A harus mengeluarkan lebih dari Rp500.000 dari jatah awal karena sepatu tersebut rusak dan mengharuskannya ganti berkali-kali. 😶


Berbeda ceritanya kalau A sudah mempertimbangkan sepatu tersebut nggak akan bertahan lama. A membeli sepatu tersebut lantaran banyak pengeluaran untuk bulan ini. Karena sepatunya sudah nggak layak pakai, maka A memutuskan untuk membeli sepatu seharga Rp100.000 dulu. Bulan berikutnya kalau sepatu tersebut sudah rusak lagi maka ia akan membeli yang lebih awet 😁 


Dalam keputusannya, B mempertimbangkan kualitas beserta harga. Ia sadar sepatu yang baik tentu memiliki harga yang tinggi. B pun mampu mendapatkan sepatu yang seharusnya memiliki harga Rp500.000 (atau bahkan lebih) dengan hanya mengeluarkan Rp250.000 dengan memanfaatkan diskon yang ada 🤪 


Lain halnya dengan C yang memilih menghabiskan jatah Rp500.000 untuk membeli sepatu yang bermerek, lantaran mengutamakan kualitas dan penggunaan jangka panjang. Berbeda dengan pemilihan makanan yang memiliki tujuan kenyang, benda mempunyai nilai dan waktu penggunaan 👀 


Memanfaatkan momen




Dalam satu tahun, tentu banyak banget momen yang dimanfaatkan toko untuk membuat kita berbelanja. Dengan memanfaatkan hari spesial seperti diskon akhir tahun, promo Ramadan, atau tiap bulan dengan angka yang sama ( tanggal 4 bulan April, tanggal 11 bulan November, dst) 🥳 


Momen ini tentu sangat penting dimanfaatkan untuk membeli barang kebutuhan (dan sesekali keinginan hehe). Bukan berarti mereka yang berbelanja menanti momen seperti ini adalah mereka yang gila shopping. Justru mereka pintar memanfaatkan peluang (menurut saya sih) 🤩 


Bisa jadi mereka yang berbelanja banyak saat momen spesial ini, akan mampu menghemat banyak dana untuk ke depannya. Semoga saja nggak sampai menimbun juga. Karena melihat banyaknya promo bundling kadang membuat kita menimbun barang yang sama karena harga yang jauh lebih murah 🙀


Apalagi, kalau ada pikiran, “Belum tentu besok ada promo gila kayak gini lagi”. Sungguh terkadang saya merasa strategi marketing sungguh jahat memanfaatkan psikologis seseorang 😬


Mengikuti tren




Sejak era digitalisasi, berbelanja pun ikutan shifting ke media online. Sekarang, dengan di rumah aja kita bisa belanja dengan mudah dan cepat lewat marketplace atau onlineshop. Menurut saya ini adalah hal yang penting untuk diketahui dalam mengelolah uang 💰 


Saya pribadi, sebenernya bukan tipikal orang yang mudah percaya dengan belanja online. Tapi, sekarang mau nggak mau saya kudu mulai membiasakan diri. Apalagi sekarang dengan adanya toko online, kita bisa mendapatkan barang yang sama dengan yang dijual di toko fisik dengan harga yang jauh lebih rendah 😆 


Kalau dihitung-hitung, kita nggak perlu mengeluarkan tenaga untuk ke luar rumah, nggak perlu keluar uang transport, hemat waktu, dan kita bisa mendapatkan harga jauh lebih murah. Yakin masih nggak mau memanfaatkan marketplace? Haha 😆


Marketplace juga punya banyak fasilitas yang bisa dimanfaatkan seperti bebas ongkir, cod, cashback, dll. Tapi, banyaknya marketplace juga kadang bisa bikin kita bingung mau pakai yang mana, ya nggak sih? Mulai dari Tokopedia, Shopee, Lazada, Bukalapak, dll. Apalagi buat yang baru berusaha mempercayai belanja online (kayak saya haha) 🤪


Mengelolah keuangan memang gampang-gampang sulit. Kalau dipikir-dipikr, meski sempat menyesal nggak bisa membelanjakan uang dengan bijak, mungkin saya memang harus mengalami ‘gaji yang ludes nggak tahu ke mana’ biar paham gimana cara mengatur uang yang baik. Kalau saya nggak pernah merasakan pengalaman itu, bisa jadi saya nggak akan se-aware ini sekarang. Dan bisa juga ke depannya saya bakalan mengalami hal-hal yang lebih fatal (naudzubillah) 😥 


Ketiga contoh cara berbelanja di atas semuanya benar dan nggak ada yang salah. Karena setiap orang mempunyai cara pandang yang berbeda dalam berbelanja. Ada yang berdasarkan pada fungsi (yang penting bisa dipakai atau yang penting kenyang), ada pula yang berdasarkan pada kualitas dengan pertimbangan harga, ada pula yang hanya memperhatikan kualitas karena merasa mampu 😄


Sejauh ini dalam berbelanja hal-hal di atas inilah yang perlu dperhatikan. Semoga saja nggak ada teman-teman yang telat menyadari cara berbelanja yang bijak. Seperti kata pepatah, lebih baik mencegah daripada mengobati, bukan? 😉





Nggak kerasa bulan Februari udah mau lewat aja. Mau bilang cepet banget tapi kok klise, tapi emang kerasanya gitu, ya nggak sih? *nyari temen* 🤣


Di tengah kondisi yang makin menggila karena corona, saya menyadari kalau saya yang memutuskan untuk bahagia atau nggak. Pastinya kita semua selalu berharap akan selalu bahagia, tapi nggak akan ada yang tahu kan ke depannya gimana? 😶


Jadi, saya nggak muluk-muluk. Daripada hanya berharap, saya pun mencoba untuk bahagia. Cukup saya memutuskan untuk bahagia 1 hari saja. Jadi, saya bakal jalani hari demi hari yang bahagia karena keputusan yang saya buat 😉 


Entah kerasukan motivator mana, tiba-tiba saya punya pemikiran semakin ke sini sebenarnya hidup itu indah dan kita yang pegang kendali penuh (semoga saya nggak ditimpuk teman-teman) 😆 Sini maju deh semuanya apa pun itu bakal saya hadapi, kira-kira begitulah saya memandang hidup saat ini.


Sekecil apa pun kebahagiaan itu perlu untuk dirayakan. Supaya semakin banyak kebahagiaan yang datang pula hihi 😌  


Jogging di tengah kota




Di bulan ini, untuk pertama kalinya saya nyobain jogging di tengah kota. Gara-gara sewaktu saya lihat story seorang teman yang lagi giat-giatnya jogging, saya jadi tergoda. Karena di balik bersepeda, sebenarnya ada rasa malas untuk melangkahkan kaki hihi 😆 


Long story short, besok paginya saya sudah parkir cantik di Stasiun Gubeng Lama dan memulai langkah. Saya memulainya dengan jalan perlahan sambil tengok kanan kiri. Rasanya kota ini kelihatan lebih indah pagi itu. Saya nggak sadar senyum-seyum sendiri di pinggir jalan. Semoga nggak ada yang berpikir kalau saya nggak waras 😆 Mungkin karena suasananya yang sepi dan semalam habis hujan jadi syahdu gitu deh. 


Saya menyeberangi jalan dan melihat Monumen Kapal Selam dari jembatan. Di sebelahnya ada Mall Plaza Surabaya yang tampak sunyi. Entah kapan terakhir kali ke sana. Kadang kepikiran, di tengah pandemi gini kira-kira gimana ya cara para jajaran direksi pengurus mall bertahan? Mereka tentunya punya banyak tanggunggan. Hadeh, masih pagi pun pikiran saya sudah ke mana-mana 😬 

 

Saya mengambil jalan ke kiri menuju Monumen Bambu Runcing. Menyeberangi jalanan yang sepi, menyusuri median tengah jalanan. Beruntung masih sepi jadi masih aman. Kalau lagi rame mah saya malu juga jalan di tengah jalan gitu 🤣 


Gara-gara keasyikan lihat kanan kiri, saya jadinya nggak jogging dan malah jalan santai haha. Enaknya jalan di tengah kota gini di akhir pekan karena jalur ini jadi jalur favorit orang-orang untuk olahraga. Jadi ada banyak temennya gitu deh hihi 👀 


Semakin saya melangkahkan kaki, saya jadi berjalan semakin pelan dan terbawa suasana. Kenapa nggak dari dulu ya saya cobain ini? Hati saya hangat bersyukur akan hidup yang telah saya lalui. Pernah nggak sih teman-teman tiba-tiba merasa, hidup saya ternyata selama ini sangat menyenangkan. Kenapa saya kemarin mengeluh? Dan apa yang sebenarnya saya keluhkan? 🐼 


Tentunya saya menyempatkan diri untuk melewati Alun-Alun Surabaya. Semoga teman-teman nggak bosan saya cerita tentang Alun-Alun Surabaya terus haha 😆 Setelah foto-foto saya pun balik lagi ke Stasiun Gubeng. Saya sengaja masuk ke dalam stasiun seolah-olah mau pergi aja haha. Maklum udah kangen banget naik kereta. Semoga kita segera bisa keluar kota dengan aman dan nyaman. 


Ngobrol dengan teman dekat




Di bulan Februari salah satu teman dekat saya berulang tahun. Setelah sempat gagal datang karena jadwal kami yang nggak cocok, akhirnya kami berdua pun bisa datang ke rumah teman dekat kami. Asliiiiii seneng bangeeettt akhirnya bisa ngobrol langsung ketemu orangggg huhu 💕 


Karena pekerjaan yang belakangan makin jadi, saya bener-bener menikmati pertemuan kami. Emang ya, nggak akan ada yang bisa menggantikan serunya ngobrol face to face. Kami bertiga ngobrolin banyak hal di rumah teman saya yang ulang tahun. Sambil makan eskrim dan jajanan lainnya 🍦 


Yang bikin saya terharu adalah saya dapet gelang gemoy dari salah satu teman huhu. Ada suratnya pula yang isinya bikin saya terharu biru mengenai hal yang belakangan sedang saya alami 😶


Kenapa bisa-bisanya saya kadang merasa sendirian padahal punya teman-teman yang super lovely. Saya bersyukur banget punya mereka yang bikin hari-hari saya jadi lebih menyenangkan. Meski hanya 2 jam tapi rasanya saya jadi punya tenaga lagi buat balik jadi manusia goa 🐼


Menyentuh gitar lagi




Setelah sekian lama gitar saya nggak tersentuh dan berdebu di pojok ruangan, di bulan yang penuh kasih sayang ini saya memutuskan untuk memainkannya lagi. Buat perform dihadapan seseorang yang spesial (?) nggak ding canda  😆


Jemari yang udah lama move on pun harus mulai adaptasi lagi dengan kerasnya senar. Dan sekarang jari saya sudah mulai kapalan lagi haha. Meski nggak handal banget, saya coba memainkan beberapa lagu yang pernah saya kuasai sambil nyanyi-nyanyi kenceng haha. Nggak sadar diri suara super sumbang. Beruntung orang rumah nggak ada yang protes karena telinga mereka udah pada kebal 😆


Saya pun menghabiskan waktu seharian buat nyobain beberapa lagu dengan chord yang mudah tentunya hehe. Entah kenapa setiap genjrengan itu rasanya bikin perasaan saya lega. Apalagi kalau mainnya sambil bayangin seolah lagi manggung macam Sheryl Sheinafia (semoga nggak dilempar heels sama fansnya) 😶


Saya jadi inget, sebelum teman-teman saya pada kerja di luar kota, di akhir pekan kami biasanya menghabiskan waktu di rumah salah satu teman untuk sekadar ngobrol dan bermain gitar. Ditemani dengan sekotak terang bulan dan martabak. Kalau diingat-ingat, terakhir kali kami melakukan itu di tahun 2017. Time flies 😬


Hmm, tiba-tiba saya jadi kepikiran untuk ngadain konser online aja kali ya sama mereka (?) 


Terima kaish buat Mbak Eno yang lagi-lagi bikin challenge ini 💕  Buat nulis ini awalnya saya bingung karena merasa nggak ada yang menarik belakangan. Karena nggak ingat sudah ngapain aja, saya pun buka timeline di google maps. Mengingat-ingat kira-kira bulan ini saya sudah ke mana aja dan ngapain aja 😌 


Merasa nggak puas, saya pun buka-buka diary dan menemukan beberapa hal. Sebenernya ada banyak banget yang mau diceritain tapi mungkin yang ini saja dulu hihi 😆 Kayaknya menarik juga ya kalau setiap bulan kita mengingat-ingat dan menuliskan hal-hal menyenangkan yang telah terjadi selama satu bulan. 


Kalau teman-teman gimana? Sebulan ini ada nggak hal yang menyenangkan? 😆



Makin lama, makin kerasa nggak sih kalau banyak kegiatan kita sehari-hari yang terbantu dengan adanya teknologi? Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Emang sih, dengan adanya kemajuan teknologi semuanya jadi jauh lebih mudah. Komunikasi dengan kerabat nun jauh di belahan dunia lain pun sekarang tinggal pencet-pencet layar ponsel. Dalam hitungan detik, foalaa! Sampailah pesan tersebut ke kerabat yang dituju 😍


Tapi, kenapa ya makin ke sini saya makin merasa semua kemudahan itu justru membawa kita ke banyak hal yang jauh lebih berbahaya. Terutama untuk kesehatan mental 😶 


Seni menahan diri


Seperti apa yang sedang saya lakukan sekarang, saya dengan mudahnya menuliskan isi kepala dan hati di blog pribadi. Which is, ini blog milik saya. Proses membuatnya pun cukup mudah. Lalu semua isi kepala saya dibaca oleh banyak orang. Saya bisa menulis di sini sesuka hati kapan pun dan di mana pun. Orang-orang yang membacanya pun nggak mengenal batasan waktu dan jarak. Apalagi usia 👀 


Hal inilah yang bikin saya was-was. Saya merasa belakangan saya harus lebih menahan diri. Apa pun yang ada di kepala dan hati saya, rasanya nggak semuanya perlu untuk disampaikan. Nggak perlu membuat semua orang tahu dan paham apa yang saya maksudkan. Nggak perlu membuat semua orang tahu apa yang saya rasakan dan lakukan. Nggak perlu menjadi yang paling benar dalam segala hal. Belakangan saya sadar kalau benar dan salah bagi setiap orang berbeda-beda tergatung dengan prinsip hidup mereka. 🙂


Saya baru menyadari hal ini di tahun kemarin. Dan itulah hal yang akan saya usahakan untuk tetap jaga. Salah satu hal sederhananya lebih berpikir seribu kali dalam mengunggah story atau postingan di Instagram. Saya nggak mau menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain meski saya nggak bermaksud demikian. Karena kita nggak akan pernah tahu apa yang orang lain alami. Kehidupan yang kita anggap membosankan bisa jadi justru membuat orang lain iri dan drowning. Membandingkan hidupnya dengan hidup orang lain yang ‘tampaknya’ menyenangkan. Yang sayaa tahu adalah kita semua sedang berjuang dengan kehidupan masing-masing. Pada akhirnya saya memutuskan untuk menggunakan media sosial untuk mengunggah karya sebagai personal branding dan portfolio saja hihi 😉


Seni bodo amat


Kita semua tahu kalau kita nggak bisa mengendalikan apa yang orang lain pikirkan dan  lakukan. Kita nggak bisa selalu membuat mereka paham dengan perspektif kita. Pasti kalian pernah kan berusaha untuk meluruskan sesuatu pendapat teman tentang diri kita? Capek nggak sih kadang saking berusahanya membuat mereka paham apa yang kita maksud? 😶


Jadi, pilihan satu-satunya adalah mengendalikan diri sendiri. Selain menahan diri, saya rasa skill yang perlu banget di improve sepanjang masa adalah bersikap bodo amat dengan hal-hal tertentu 😊 


Kedengarannya sih mudah. Tinggal cuekin aja tutup kuping. Ibarat pepatah, anjing menggonggong khafilah berlalu. Tapi, ternyata nggak semudah itu, Ferguso 🥴 Bodo amat juga ada takarannya. Jangan sampai deh saking bodo amatnya sampai jadi apatis atau menghiraukan hal-hal yang seharusnya justru bisa bikin kita lebih baik. Dan yang tahu batasan itu cuma diri kita sendiri. 


Seperti postingan saya sebelumnya soal tinggi. Sekarang saya akan bodo amat dengan orang-orang yang komen mengenai postur tubuh saya. Kalau ada yang bilang, “Duh, sayang banget sih punya badan tinggi tapi nggak dimanfaatin. Padahal bisa tuh jadi model atau pramugari”. Saya bakalan senyum dan hanya menganggapnya angin lalu aja. Karena saya nggak bisa merubah apa pun. Nggak mungkin kan saya berusaha operasi untuk jadi pendek? Atau memaksakan diri jadi pramugari atau model padahal nggak saya banget? 🤣


Beda halnya kalau ada yang bilang, “Haduh, videonya bikin pusing kebanyakan motion yang terlalu cepet”. Nah, meski cara penyampaiannya rada nggak enak, saya bakal coba review lagi video-nya dan justru nanya ke si penanya. “Oh, iya ta? Kudunya gimana ya? Ajarin dong 😁”. Kalau si penanya bisa kasih solusi dan saya jadi belajar darinya, jelas ini nggak bisa di-bodo-amat-in. Karena saya bisa berkembang dari komen itu 😉 


Lain ceritanya kalau si penannya nggak bisa kasih solusi apa pun. Berarti dia cuma bisa komen karya orang tanpa kasih solusi. Ya kalau ini mah, di-bodo-amat-in aja 🤪 


Seni berkomunikasi


Saya sadar, saya yang introvert ini nggak begitu baik dalam hal komunikasi. Boro-boro buat ngomong langsung, buat nulis aja kadang masih belibet 🤣 Apa yang ada di kepala saya itu kadang kudu dipikir-pikir lagi buat disusun jadi kalimat yang lebih enak untuk dibaca dan dipahai orang hehe. Jadi mohon maklum kalau kadang ada tulisan yang rada belibet 🤣


Saya tahu dan sadar betul kalau komunikasi adalah kunci dari segalanya. Apalagi terkait pekerjaan. Saya yang nggak begitu suka main ponsel sebelumnya malas banget balesin chat, tapi semenjak wfh (work from home) saya kudu selalu kasih kabar ke tim tentang progres. Nggak bisa hanya berasumsi, ah palingan dia juga udah tahu. Mereka kan bukan cenayang yak 😬


Terkadang untuk menjelaskan maksud saya pun saya sampai kudu menjelaskan panjang lebar yang di cross check dengan voice note atau bahkan telepon karo masih kurang jelas. 


Yaah, jadi itulah 3 skill dasar yang sedang saya usahakan untuk menikmati hidup setiap harinya hihi. Saya tulis di blog biar berasa bikin janji tertulis gitu sekalian ikutan evennya Mbak Eno. Kan kalo di baca orag biasanya jadi lebih bertanggung jawab ya 🤣 Dasar aku.


Kalau teman-teman gimana? Ada juga skill yang lagi di improve nggak nih? Apa pun itu mari semangat untuk melakukannya! 💃



Malam-malam gini, saya nggak sengaja lihat video Mbak Gita di Youtube. Sebenernya sih udah dari beberapa hari lalu liat video ini. Tapi, karena serial Detective Conan lagi nggak bisa di buka 😬, saya jadi iseng ngeklik video Mbak Gita. 

Sebagai perempuan yang dicap sedikit lebih tinggi dari perempuan kebanyakan, sejujurnya saya sering banget ngerasa nggak nyaman🙄. Waktu ngedengerin penjelasannya Mbak Gita, saya jadi keinget kejadian 2 bulan lalu. 


Waktu itu saya lagi ada kegiatan komunitas. Di komunitas saya, sama lah kayak komunitas pada umumnya. Nggak semua anggotanya selalu muncul. Yaaa, bisa di bilang jumlah orang-orang yang hadir hanya segelintir orang aja alias orang itu-itu aja. Sewaktu acara selesai, saya saking senengnya ketemu sama seorang teman yang cukup dekat 😁 


Dulu waktu awal-awal gabung komunitas ini, saya dan teman saya ini, panggil aja Mawar (berasa reportase aja🤣), sering ngerjain kegiatan bareng. Sejak itu kami dekat. Setelah sibuk dengan kegiatan masing-masing kami jarang banget ketemu. Kontakan cuma lewat chat media sosial aja. 


Long story short, kemarin adalah pertemuan kami setelah sekian lama nggak ketemu. Saya jelas seneng banget kan. Excited waktu ngeliat dia dan menghampirinya. Saya bahkan sampai teriak manggil namanya. Waktu saya mendekat, dia refleks ngeliatin saya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Saya cuma bisa menghela nafas aja berharap itu cuma perasaan saya 😶 Saya ngerasa ada sedikit kecanggungan di antara kami. Setelah basa-basi, Mawar nyeletuk, “Kamu tinggi banget ya nggak berubah.” dibarengi dengan body language sedikit menghindar. Saya menghela nafas lagi 😣 


Waktu acara selesai dan dilanjut makan-makan, saya diminta salah seorang teman untuk membuat video sponsor salah satu makanan. Karena nggak ada yang mau, yaudah saya iyain aja karena memang berniat membantu. Saya ajaklah si Mawar, “Mbak, ayo temenin aku. Biar aku nggak garing ngomong sendirian”


“Nggak ah, kamu aja. Kamu kan tinggi. Kalo sama aku nanti kelihatannya aneh njomplang banget,” katanya sambil lagi-lagi ngeliatin saya dari ujung kaki sampai kepala. 


Waktu dengar itu saya cuma bisa menghela nafas dalam sambil pura-pura senyum. Asli itu nyakitin banget sih buat saya 😣 




Bulan April 2020 lalu juga begitu. Saya baru aja ketemu sama seorang teman sekolah. Waktu dia ngelihat saya, ekspresinya sama seperti si Mawar. Ngelihatin saya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Begitu saya masuk mobil dia langsung gopoh pake jaket. Padahal cuaca lagi panas dan pake kaos lengan pendek emang kelihatan lebih nyaman. Kami pun ngobrol dan dia nyeletuk, “Yang tinggi itu berarti ayahmu atau ibumu, De?” awalnya masih saya jawab biasa aja. Karena ya namanya temen udah lama nggak ketemu 🙂 


“Tapi, kamu tinggi lho, De”

“Oh, berarti masmu sama adekmu juga tinggi-tinggi ya. Yang kemarin kamu post itu masmu sama adekmu kan ya?”

“Badanmu kan bagus tapi, De, tinggi”


Lama-lama saya enek juga. Dalam hati rasanya saya pengen banget teriak, “Emang kenapa siihh?! Kamu ada masalah sama perempuan tinggi?!” 


Sejujurnya saya nggak pernah nyaman kalau ngomongin postur tubuh. Bener banget kata Mbak Gita. pada akhirnya orang-orang akan berekspektasi lebih pada orang yang dianggap punya privilege 😣 


“Kamu kan tinggi, kenapa nggak jadi model aja?”

Kalau nggak gitu, 


“Kamu kan tinggi, mending jadi pramugari aja”

“Duh, sayang banget sih punya badan tinggi nggak dimanfaatin”


Dulu awalnya saya ngerasa sedih banget kalau ada orang yang bilang kayak gitu. Karena bisa di bilang saya nggak sebegitu feminimnya 😬 *uhuk*. Jadi, kalau denger orang ngomong kayak gitu itu seolah saya merasa gagal menjadi perempuan. Seolah saya yang sedikit tomboy plus cuek ini menyalahi kodrat. Dan seolah pula saya mempunyai tanggung jawab lebih untuk merealisasikan cita-cita orang lain ke saya karena saya punya postur tinggi.  


Kalau sekarang, saya rasanya udah kebal dengerin orang ngoomong begitu 🙂 Meski masih rada overthinking dan insecure kalau ketemu temen dan mereka jadi nggak nyaman karena saya. 


Padahal jadi orang tinggi itu nggak selalu enak. Salah tiganya susah banget cari baju, celana, dan sendal. Padahal banyak banget celana lokal yang lucu-lucu. Tapi begitu saya yang pakai jadi nggak lucu sama sekali. Seringnya cingkrang. Sendal perempuan juga jarang banget ada yang ukuran kaki saya. Beruntungnya sekarang udah banyak banget pakaian oversize 😆 Bukan cuma pakaian, sebenernya banyak juga yang bikin saya nggak nyaman. 


Tapi, yasudahlah. Semenjak saya belajar untuk lebih mencintai diri sendiri, saya jadi lumayan cuek dengan hal-hal itu. Meski kadang masih ada insecure dikit hehe dikit kok nggak banyak 🙂 


Sebenernya saya nulis hal ini juga ada rasa khawatir seperti yang Mbak Gita bilang di videonya. Dianggap kepedean atau pamer dengan postur tubuh. Padahal, saya cuma pengen cerita dari pengalaman saya 😬 Semoga aja teman-teman nggak ada yang salah paham. 


Jadi begitu teman-teman curhatan saya kali ini. Adakah yang meraskaan hal serupa? Kuy, dibagi supaya kita bisa lebih memahami dan menghapuskan doktrin ‘Perempuan yang cantik adalah yang tinggi, putih, dan kurus’🥴



Sepagi tadi, saat urusan rumah sudah beres, saya duduk termenung di ranjang. Menimbang-nimbang apa yang bakalan saya lakukan hari ini. To do list yang sudah dibuat semalam seakan nggak membuat saya bergairah. Secara spontan saya membuka Instagram 👀


Semenjak bulan Desember lalu, saya mengurangi banyak kegiatan di media sosial, terutama Instagram yang efeknya memang begitu hebat buat saya. Sewaktu melihat postingan seorang teman yang mengikuti event #30haribercerita, saya jadi rindu untuk ikutan. Padahal hampir di awal bulan setiap tahun saya selalu ikutan. Tapi, entah deh kenapa belakangan jadi susah sekali menulis seperti dulu 🙄 


Saya pun pada akhirnya iseng bikin status di Whatsapp. Meminta teman-teman untuk memberikan saya 1 kata yang akan saya jadikan topik. Setelah terkumpul saya bakalan posting di instagram sesuai dengan topik yang diberikan teman-teman. Ternyata banyak jugaaaa, sepertinya bakalan cukup sampai bulan depan (sedikit menyesal jadinya 🤣nggak ding canda hehe). 


Baca juga: Minimalis

Dalam rangka mengumpulkan topik tantangan menulis untuk diri sendiri ini, saya selalu bertanya alasan teman-teman yang mengusulkan topik tersebut. Nggak disangka, hari ini saya mendapat banyak cerita yang nggak pernah saya sangka sebelumnya 😶


Sabar




Alasan ini membuat saya totally speechless 😣 Saya jadi ingat saat saya dapat kabar nggak menyenangkan dari teman yang lain. Penjelasan ini membuat saya sadar dan lebih berhati-hati saat akan berucap. Meski kata-kata ini seringkali ditujukan dengan niat baik entah untuk menghibur atau menguatkan, ternyata begitulah yang dirasakan si penerima kata. Meski nggak semua juga sih. 


Saya baru tahu kalau teman saya merasakan semua itu. Padahal mungkin saya termasuk salah satu yang mengucapkan kata ‘sabar’ juga buatnya kemarin. Syukurlah sekarang saya jadi tahu perasaannya 🙂 semoga ke depannya saya bisa lebih memodifikasi kata sabar supaya lebih mudah di terima. 


Syukur




Saya shock banget waktu baca ini. Saya langsung berpikir, Yaampun aku udah ngomong apa sampai begini? 😱 Karena saya pribadi pun lupa apa yang kami obrolkan waktu itu. Terbersit perasaan bersalah dan harap-harap cemas supaya ucapan saya saat itu nggak berdampak negatif kepada kehidupan teman saya ini.  


Syukurnya, teman saya ini baik-baik saja dan benar-benar bersyukur akan keputusan yang dibuatnya saat itu 😉 Karena setelahnya covid melanda. Nggak bayangin gimana kalau teman saya ini nggak bisa pulang. Alamak, istri dan anaknya cemaneee?


Lagi-lagi, kita nggak pernah tahu apa dampak kata-kata kita ke orang lain. Meski cuma obrolan lalu sambil nyemil popcorn sewaktu nonton film. Atau basa-basi di kereta sama orang yang duduk di sebelah kita yang nggak kita kenal sebelumnya. Saya cuma berdoa, apapun yang pernah saya katakan ke orang lain nggak bikin efek negatif ke kehidupan mereka 🙂 Aamiin. 


Hari ini saya jadi bersyukur dengan keisengan yang saya lakukan. Ternyata Tuhan kasih saya kejenuhan supaya saya komunikasi dengan teman-teman. Karena memang saya malas sekali sebenarnya pegang hp. Saya nggak begitu suka chatting. Mending telpon sih buat saya lebih terasa kalau komunikasi hehe. Di masa pandemi ini saya bener-bener kudu berusaha untuk keep in touch dengan teman-teman. Mau nggak mau, suka nggak suka. Jangan sampai deh kelar pandemi saya jadi ansos 🙃 


Kalau nggak gitu, mungkin saya nggak akan tahu kabar teman saya atau perasaan mereka. Padahal tadi saya sempat menyesal karena saya jadi setengah hari menghabiskan waktu dengan ponsel. Soalnya waktu kelar ngebalesin chat teman-teman tahu-tahu udah jam 3 aja dong 😬


Sebenarnya dari setiap kata yang diberikan teman-teman saya jadi tahu apa yang sedang mereka rasakan saat ini. Apa yang mengganggu pikiran mereka tanpa sadar. Semoga aja mereka semua tetap kuat menjalani hari-hari 🌻


Older Posts

Follow by Email

1Minggu1Cerita

1minggu1cerita

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan

LET’S BE FRIENDS

Blog archive

  • ▼  2021 (21)
    • ▼  April (3)
      • Facial Treatment di Hayyu : Brightening Facial dan...
      • Review Techno: Bardi Smart Light Bulb 12W-RGBWW
      • Cara Menghabiskan Uang Sebelum Menabung
    • ►  February (4)
    • ►  January (14)
  • ►  2020 (53)
    • ►  December (17)
    • ►  November (10)
    • ►  October (5)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  June (1)
    • ►  May (7)
    • ►  April (2)
    • ►  March (3)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (20)
    • ►  October (2)
    • ►  September (5)
    • ►  August (1)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2018 (63)
    • ►  December (1)
    • ►  November (12)
    • ►  October (5)
    • ►  September (4)
    • ►  August (1)
    • ►  July (3)
    • ►  June (8)
    • ►  May (4)
    • ►  April (6)
    • ►  March (7)
    • ►  February (8)
    • ►  January (4)
  • ►  2017 (15)
    • ►  December (6)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  August (1)
    • ►  June (3)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2016 (6)
    • ►  October (1)
    • ►  April (3)
    • ►  January (2)
  • ►  2015 (22)
    • ►  November (3)
    • ►  October (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (6)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (2)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)

SUBSCRIBE NEWLETTER

recent posts

Created with by BeautyTemplates | Distributed by blogger templates