• About Me
  • Home
  • Travel
  • Beauty
  • Review
    • Film
    • Book
  • Journal
    • Portfolio
    • Lifestyle
    • Blog
      • Blogging
      • BPN Challenge
    • Fiction
Powered by Blogger.


Kalian pasti tahu banget deh kalo hidup di kota besar itu nggak gampang. Bagi mereka yang memiliki modal yang cukup (skill, ijazah, atau relasi) dan peluang mungkin mudah. Tetapi, untuk mereka yang bermodalkan nawaitu doang, bukanlah hal yang mudah. Salah-salah kalo sampe mereka nggak punya tujuan, mereka bakalan menjadi pengangguran karena persaingan yang ketat. Akibat dari itu sendiri pun sangat fatal. Tingginya angka kemiskinan dan tindak kriminal menjadi hal lumrah. Ya wajar aja banyak pencurian atau kejahatan wong di kota padet gitu orang kan bingung mau kerja apa, saingannya juga berat-berat. Kalo yang nggak punya modal untuk bersaing jadinya ya jadi penjahat. Entah itu jadi penjahat kecil atau besar.

Soal pencurian kecil, aku pernah mengalaminya. Waktu itu aku sama mama lagi pergi ke mall di daerah lontar. Waktu itu karena mall baru, kita pensaran gimana sih tempatnya dan isinya ada toko apa aja. Jadi sekedar jalan-jalan aja gitu. Pas udah kelar, baliklah kita ke parkiran. Waktu itu aku bawa motor goncengan sama mama. Nah, sesampainya di parkiran kagetlah kita. Ini motor sih bener motor kita, tapi yang bikin heran adalah helmnya. Helm aku ilang coy, berganti dengan entah ini helm siapa. Padahal aku inget banget helmku itu aku cantolin di dalem jok. Jadi cetekannya itu aku masukin kedalem jok, trus helmnya diluar. Ajaib emang pencuri jaman now. Niat banget. Berartikan pilihannya kalo nggak digunting ya diiris pisau. Yang bikin aku salut adalah, ternyata si pencuri ini perhatian banget sama aku. Doi naruh helm lain sebagai pengganti helmku. Mungkin dia mikir, ini yang punya helm kasian kali aja rumahnya jauh jadi kalo nggak pake helm bisa ketilang. Haha. Setidaknya ada sedikit rasa peduli (kali aja yakan). Dan helmnya masih aku pake sampe sekarang lho hehe.

Hikmahnyaa...... bisa disimpulkan sendiri eheh.



Siang itu entah bagaimana tiba-tiba muncul bayangan masa lampau. Beberapa kejadian menyenangkan dan memilukan hati datang silih berganti. Sesosok yang sudah lama kubunuh muncul kembali. Spontan, tanganku berpegangan pada dinding. Untung saja gelas yang kupegang tak terjatuh. Tanganku bergetar. Ah, apakah tanganku? Ataukah hatiku? 

Seketika aku tersadar setelah terlempar ke masa lalu beberapa detik. Aku duduk ditepi ranjang bertanya-tanya apa yang sedang terjadi padaku. Mengapa bayangannya muncul dalam benakku tanpa perintah? Seakan bayangan itu bangkit dari kuburnya. Kupejamkan mata dan kuhembuskan nafas dalam-dalam. Tubuhku menggigil. Kuputuskan untuk datang menjenguknya.

Dipemakaman ini, tersimpan sosok yang telah kubunuh beberapa tahun silam. Kulangkahkan kaki menuju di mana ia dikuburkan. Aku tak membutuhkan waktu lama untuk menemukannya. Setiap belokan yang kuhapal diluar kepala. Aku tiba dihadapannya. 

Gemuruh rindu didada dalam sekejap membuncah tanpa bisa kukendalikan. Aku terduduk dan mulai menggali tiap lembaran kisah yang tlah kukubur dalam-dalam dilubuk hatiku.

Pagi itu sama seperti pagi sebelumnya. Membosankan. Ah, apasih yang aku lakukan ditempat ini? Begitulah selalu yang aku katakan tiap harinya pada diri sendiri. Mempelajari sesuatu yang tak kunjung mendapat perhatianku. Bersebrangan dengan apa yang ku inginkan. 

Aku melirik jam di pergelangan tanganku. Masih lama. Kuputar tubuhku dan bersandar pada dinding setinggi satu meter ini. Mengedarkan pandangan untuk mencari sesuatu yang dapat membantuku membunuh waktu. Beberapa orang sedang menunggu didepan ruangan. Menanti giliran dipenjara waktu sama sepertiku. 

Tiba-tiba mataku mengekor pada sesosok manusia. Aku tak mengenalnya dengan baik. Hanya sekedar tahu karena pernah melihatnya beberapa hari lalu. Hanya itu.

Perlahan-lahan aku mulai menyukai hari-hari yang kujalani setiap harinya. Beberapa aktifitas membuatku bersemangat untuk terbangun di pagi hari, berlama-lama disiang hari, dan sesegera mungkin tidur di malam hari. 

Nyatanya, manusia itu yang mengiringi. Berkelana menghabiskan waktu. Mungkin, karena ada perasaan yang sama yang menyatukan. Sama-sama merasa terpenjara dan berusaha untuk bebas. 

Kami saling membuka pintu masing-masing, mengeksplorasi diri mencoba banyak hal. Aku senang memasuki pintunya. Memberikan sedikit warna di langit birunya. Kuberikan pelangi dan senja. Begitupula dengan dia. Membuka pintuku lebar dan merapikan beberapa hal. Memberikan beberapa bintang dilangit untuk menemaniku dan menunjukkan arah. Tidak hanya itu.

Setelah memasuki pintu masing-masing, keluarlah kita. Menuju pintu lain. Lantas, masuk bersama. Dibawah langit kita, aku berlari-lari kecil. Tersandung. Aku merengek, kau menenangkan. Mengusap lukaku dan mengobati dengan hatimu yang tulus. Aku tersenyum. Begitupula denganmu. 

Kita berjalan beriringan. Kumainkan tanganmu. Tanpa sengaja aku melukainya. Berdarah. Tapi, kau tetap tersenyum dan membiarkan aku tertawa. Kau menahan rasa sakit itu sekuat tenaga. Aku tertawa riang dan kembali berlarian kecil menunjuk banyak hal. Hingga aku berhenti melangkah. 

Kau pun bertanya. Ada apa? Aku menajwab dengan ragu. Memandangmu. Memandang langit yang biru cerah. Kala itu, matahari bersinar sangat cerah. Angin bertiup dengan nadanya yang pas membuat pepohonan bergoyang riang. 

Aku kembali menatapmu. Sudah waktunya pulang, kukatakan demikian. Air mukamu berubah sedih. Kau eratkan genggaman tanganmu. Bisakah kita tunda barang beberapa waktu? pintamu. Aku bersikukuh ingin pulang karena khawatir hujan. Padahal matahri sangat terik. 

Kau pun melepaskan genggamanmu perlahan. Dengan berat hati. Didepanku kau nampak tersenyum. Aku pun berbalik dan pulang keluar pintu kita. Sempat kulihat wajahmu begitu muram. Kutengadahlan kepalaku menatap langit. Mendung. Tidakkah kau tahu sejatinya aku pun tak ingin pulang? Seperti itu.

Aku menatap kuburan masa lalu dihadapanku dalam diam. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Aku menghitung dengan jemari tanganku. memastikan sudah berapa lama aku menguburnya. 

Meski demikian, gejolak itupun masihlah sama. Aku menengadahkan kepalaku dan bertanya kepada Sang Pemilik Waktu. Ah, lantas apa yang membawaku kemari? Mengapa ia tiba-tiba muncul ke permukaan?  Apakah ini benar? 

Angin bertiup pelan. Seakan berbisik memberitahukan bahwa hanya aku yang bisa menjawab pertanyaan itu sendiri. Kupejamkan mata dan berdoa kepada Tuhan. Setelah merasa lega, aku pun bangkit dan berlalu. Meninggalkan kuburan itu dalam hening.

Baca cerita lainnya di sini 😁


Foalaaaa! Setelah sekian lama nggak luar kota (yang bener-bener luar kota maksudnya), kemarin akhirnya menginjakkan kaki ke Kota Keraton Jogja. Jaraknya kira-kira kalo dari Surabaya sekitar 320 km. Terakhir kali ke Jogja pas Study Excursie tahun 2017 lalu (termausk lama kan ya). Dan Jogja telah berubah banyak seingatku. Sebenernya kemarin (2/3) itu bukan dalam rangka liburan sih, tapi mengejar asa hehe. 

Nah, dari perjalanan kemarin itu ada beberapa hal yang mau aku bagi. jadi ceritanya kemarin itu aku baru pertama kali naik bus ke Jogja seorang diri. Pas udah sampe di terminal aku langsung aja kan menuju gate yang ada tulisan Jogja-nya soalnya waktu itu juga udah malem jam 9an jadi buru-buru deh. Gate 4. Begitu turun, ternyata udah ada bus yang parkir. Aku langsung aja masuk soalnya takut nggak kebagian duduk trus kudu nunggu bus berikutnya. Nah, pas aku udah didalem, aku perhatiin diluar kok banyak orang ya, mereka mau kemana ya? Begitu aku tanya orang didepanku ternyata bus yang aku masukin ini bus ke Semarang! Haha, untung aja yakan belum berangkat. Nggak kebayang gimana kalo aku nggak nanya dan beneran turun di Semarang pagi buta. Mau ngapain aku? Makanya guys, asal nyelonong sesat dijalan. Aku nggak baca tulisan didepannya. Akhirnya aku pun keluar dan nunggu bus berikutnya dengan tujuan Jogja. Sekitar jam 10 malam bus berangkat. Bismillah.

Fyi, aku naik bus patas Eka. Bayarnya 90.000 tanpa makan. Kalo pake makan bayar 102.000. btw, aku kapok banget deh naik bus ini. Drivernya ugal-ugalan parah. Mana aku dapet kursi yang nggak enak pula. Kayaknya ada yang rusak gitu makanya kursinya goyang-goyang terus. Dan aku duduk dikuris paling belakang jadinya pas di roda gitu. Makin pengen muntah. Untungnya nggak sampe muntah beneran. Bisa ribet ntar.

Di Jogja, aku belum ada tujuan bakalan nginep dimana hehe. Sejujurnya ini juga berangkat dadakan. Untungnya aku duduk sebelahan sama mbak-mbak yang baik banget. Namanya mbak Ananda. Si mbak ini ke Jogja mau ikutan Jobfairnya UGM. Sebenernya mbaknya ini udah kerja, Cuma katanya bosen gitu deh makanya pengen pindah. Pas ngobrol-ngobrol kebetulan kita turun di tempat yang sama. Indomaret Janti. Alhamdulillah aku yang buta arah dan tujuan ada temennya. Man, secara aku sampe Jogja itu jam setengah 5 pagi. Siapa yang nggak takut di kota orang. Karena kebingungan nggak dapet penginepan, begitu turun, si mbak Ananda pun rekomenin aku tempat namanya Grand Zea (ntar ku review kalo ingat haha). Katanya sih tempatnya bagus dan yang penting ramah dompet hehe. Setelah menimbang-nimbang, karena jarak dari penginepan ini ke tempat tes aku jauh, akhirnya aku pun langsung aja ke lokasi penginepan menurut google maps. Solanya tak sms ataupun wa, miminnya nggak bales-bales. Mana belum sholat shubuh pula. Ya wajarsih masih pagi buta. Tanpa pikir panjang, cuslah pesen Grab dan meluncur.

Sesampainya disana, ternyata rumahnya belum juga dibuka. Udah ku ketok sampe telpon nomernya pun nggak ada jawaban. Pas tanya tetangga katanya biasanya sudah dibuka kok sama yang jaga. Yaudahlah karena hampir terang aku pun sholat dulu. Untungnya deket sama masjid. Kelar sholat, aku balik ke penginepan. Belum juga dibuka! Kek mana coba aku belum siap-siap keburu jamnya tes. Alhasil, aku pun keliling cari kos-kosan disekitar lokasi. Unfortunetly, nggak ada yang mau nerimaa aku hiks. Karena mereka nggak pernah terima harian.

 “Yah mbak kalo harian nggak bisa. Disini terimanya bulanan. Kalo harian di hotel aja” aku pun hanya tersenyum manis menanggapinya. Yaela ibu, kalo di hotel mah mahal. Ini juga saya bukan liburan, tapi mengadu nasip.

Pas lagi jalan, ada bapak-bapak duduk-duduk. Beliau kasih tau aku kosan lainnya. Baiklah kucoba. Aku awalnya sedikit ragu dan hopeless sih lebih tepatnya. Tapi, siapa yang sangka Ibu kos ini baik bangeeettt. Beliau memang nggak terima kos harian, karna memang nggak pernah.

                “Ibu nggak pernah terima harian. Kalo bulanan sih kenanya 400ribu. Tapi kalo harian....” ibunya mikir dan sambil liat-liat aku (mungkin kasihan ya hehe) “Yasudahlah gpp kamu numpang aja. Mau bayar berapa juga terserah daripada nggak dapet kosan kasihan. Buru buru juga kan”

MasyaAllah baik banget yaaaak. Tapi sayangnya aku nggak enak sama beliau. Yang lebih lagi, karena banyak kucing dirumahnya L aku pun masuk kamar yang dipersilahkan. Rebahan dan ngecaharge hp. Sekitar sejam rebahan, aku dapet balesan dari miminnya Grand Zea. Ada kamar kosong! Yes! Aku pun langsung cus, untung deket. Setelah deal dapet kunci kamar bayar 80.000, aku balik ke kosan ibu baik hati buat pamitan dan ambil barang. Maafkan saya ibu, saya nggak bisa akur sama kucing. Padahal ibunya buaik pol. Baiklah, pindahan pun berlangsung singkat (sok sokan haha). Rebahan lagi dengan tenang. Prepare dan berangkat lagi. Aku mutusin buat sewa motor sekalian di penginepan ini. Harga sewa motornya mahal ternyata setelah kutanya temanku. Umumnya disana 25.000-35.000 sedangkan ditempat penginepanku nyewain 70.000 wew gagal menghemat. Padahal niatan awalnya biar hemat. Namanya juga solo traveler haha. Terlanjurlah sudah sewa sehari.

Jalanan di Jogja ini ternyata nggak jauh beda sama Malang. Kecil-kecil dan satu arah. Nggak jarang deh aku nyasar dan mau puter balik jadi susah. Perjalanan dari Grand Zea sampe tempat tesku di Jalan Magelang km 6 sekitar 30 menit. Alhamdulillah tesnya lancar. Dan singkat sekali. Tes (3/3) jam 11.30-12.30 yang lama itu openingnya. Namanya juga orang ilkom pasti banyak ya yang diomongin ehe. Kelar tes, aku mampir deh ke kosan temen SMA ku, Ika.

Kosannya si Ika ini ngelewati Ringroad Utara dan belok kiri terus naik. Nah, selama perjalann ini aku tengok kanan kiri rada kaget sebenernya soalnya kanan kiri jalan itu full papan reklame. seriusan aku baru tau kalo Jogja sepadet ini. Dan terbukti pas aku otw itu macet banget. 

lebih dari kelihatannya sih sebenrnya 


Terakhir ketemu si Ika ini juga sama, tahun lalu pas Study Excursie 2017. Doi nggak jauh berubah. Tetep seorang muslimah yang kocak. Selayaknya teman lama yang udah lama nggak ketemu, kita ngobrolin banyak hal. Ini sebenernya sambil nungguin si Jon (Avista). Awalnya sih aku janjian sama si Jon aja buat ketemu di cafe tempat dia kerja, eh ternyata di Jogja ada si Ika pula. Aku nggak tau karena aku pikir Ika masih di Balikpapan. Dan ternyata lagi, si Ika ini lagi menempuh studi S2. Aih, cepat kali si Ika Bayu ini. Lagi asik ngobrol, eh perut aku bunyi. Emang udah laper sih sebenernya karena udah jam 3an dan aku belom makan dari pagi. Akhirnya si Ika ngajakin aku makan di deket kosannya itu. ada tempat yang baru buka. Sejenis resto sih tp ala alam gitu deh. Okedeeeh cuuusss.

Tempat makan 

cemilan si Ika

Aku lupa nama tempatnya apa, pokoknya enak deh tempatnya. Masih beneran di sawah-sawah gituuu jadi asri sejuk. Nggak ding, panas dikit. Kalo kata si Ika ini tempat terbilang panas karena masih dibawah. Ada yang diatas itu beneran dingin. Iya mah aku nurut aja dia kan tuan rumahnya. Masakannay juga enak kok dan murah. Aku makan nasi sayur + telur habis 12ribu. Daebak! Sayurnya enak banget. Aku nggak nanya pula itu namanya apa. Kayak sawi gitu terus dikasih santen dan potongan-potongan udang. Laper euy! Si Ika ini karena udah makan jadi cuma pesen cemilan aja pisang goreng dan tempe. Pisang gorengnya aneh sih soalnya tepungnya pake tepung roti dan asin. kalo tempenya enak kok. 

Kelar makan, kami bahagia. Kembalilah kami ke kosan si Ika ini. Aku rasa makanannya aitu dikasih mantra gitu deh. Sesampainya dikosan si Ika tiba-tiba pandanganku gelap. Dan........tidur J

Pagi yang cerah itu umumnya diawali dengan senyuman yang cerah pula. Ah, ini menurutku saja sih. Aku tersenyum memandang langit kemerahan. Mengamati senja menanti sang mentati bersembunyi dan digantikan sang rembulan menunjukkan wajahnya malu-malu. Angin bertiup tidak begitu kencang. Menjadikan pagi ini begitu indah nan damai. Aku merapatkan jaketku meski tak dingin. Andai kau ada disampingku saat ini. Aku dapat membayangakan kau berbaring beralaskan pasir putih  dan hangat ini. Memandang langit gelap berlama-lama. Menyebutkan satu persatu gugusan bintang yang kau hapal diluar kepala. Jika kau asik memperhatikan langit malam, aku mingkin akan asik memperhatikanmu. Takjub akan keberadaanmu disisiku. Betapa baiknya Tuhan mengirim kamu untukku. 
Desiran ombak membuyarkan lamunanku tentangmu. Hhhh, entah sampai kapan bayangmu akan menghantuiku. Aku mengadu kepada Tuhan untuk kesekian kalinya. 

Jatuh cinta itu nggak ada yang salah. Bukannya cinta itu anugerah dari Yang Maha Kuasa? Lantas mungkin kah karunianya itu salah? Nggak dong. Bukan cintanya yang salah, tapi bisa jadi manusianya. Pikirannya, tangan, kaki, dan indra yang lain yang salah. Karena cinta itu diem aja. Tergantung mau kita apain. Mau kita ungkapin, atau diem aja itu pilihan kita. Tapi inget resikonya masing-masing ditanggung penumpang ya hehe.

Kalo kamu ungkapin, kamu harus siap dengan beberapa perubahan. Misalnya nih, kamu unkgkapin ke doi, bisa jadi dia seneng bisa jadi dia nggak suka dan ngejauh. Kalo yang ini, didalam islam nggak dianjurkan yaaa hehe. Yang bener, ungkapin ke orang tuanya. Tapi, kamu kudu siap. Kalo sama-saama iya dilanjut ke pernikahan, kalo nggak ya sudah jangan galau berarti bukan jodohnya. Atau kamu lebih milih diem karena beberapa alasan, nggak siap misalnya. Nggak masalah, bukan berarti cemen kok. Justru baik, karena kamu jadi berkaca mungkin ada yang perlu diperbaiki dulu. Sambil berbenah sambil berdoa. Kalo udah siap baru maju, ke orang tuanya tapi yaaa.

Akar feminisme

Jatuh cinta itu wajar. Sangat amat manusiawi mempunyai perasaan pada lawan jenis. Yang salah adalah ketika kita memiliki perasaan dengan sesama jenis. Kenapa salah? Bukannya cinta itu anugerah? Iya, memang. Tapi, pada dasarnya Allah kasih kita anugerah berupa cinta itu untuk berpasang-pasangan (lawan jenis) dan memiliki keturunan. Lha kalo sejenis kan gimana mau punya keturunan? Terus kalo nggak punya keturunan siapa yang bakalan jadi generasi penerus mereka? Lambat laun kalo ini dilegalkan oleh beberapa negara, populasi manusia bakalan berkurang. Ekstrimnya bisa punah malahan. Nah lho gimana?

Terus gimana dong mereka-mereka yang salaah jalan?

Ayo deh kita bantu mereka balik ke jalan yang semestinya. Hal-hal seperti itu aku yakin banget bisa sembuh. Iya, menurut aku hal itu memang penyakit, jadi pasti bisa sembuh. Dan kalo kalian yang punya teemn kayak gitu, jangan dijauhi. Justru dibantu pelan-pelan. Coba mulai dekati perlahan sambil ditanya kenapa bisa begitu. Karena (menurut beberapa artikel yang aku baca) mereka bisa jadi seperti itu kebanyakan disebabkan oleh trauma masa lalu. Dulunya mereka normal. Menjalin hubungan dengan lawan jenis. Suatu ketika, bisa jadi mereka disakiti, dikhianati, dll lantas mereka merasa trauma menjalin hubungan lagi dengan lawan jenis. Dan pada saat mereka down, misalnya perempuan nih, si perempuan ini cerita sama temen perempuannya. Waktu cerita, dia merasa lega dan berpikir cuma perempuan yang bisa mengerti dan nggak bakal nyakitin dia. Akhirnya timbullah penyakit itu. Dan perempuan yang baik-baik saja ini, juga bisa jadi tertular oleh temannya yang tadi.

Kalo kamunya nggak bisa bantu, minta tolong orang lain yang sekiranya lebih bisa dari kamu, tokoh masyarakat misalnya. Atau lebih tepatnya bawa ke psikiater. Tapi, buat kalian juga hati-hati ya jangan sampe terjerumus hehe. Inget, balik lagi. Iman kalian masing-masing harus kuat. Apapun agama kalian. Yang aku yakini adalah, apapun agama kalian kalo kalian mengimani agama tersebut dan menyakini kepada Sang Pencipta, aku yakin kalian nggak bakalan terjerumus dan nggak bakalan mendukung aksi dilegalkannya pernikahan sesama jenis ini.

Sebenernya aku jug baru bener-bener mikir dan browsing hal ini beberapa hari lalu. Sedikit cerita aja sih, ambil positifnya aja jangan berpikir negatif ya hehe. Jadi waktu itu lagi ada diskusi mengenai feminisme yang terjadi di Indonesia awal Maret kemarin. Paham feminisme ini dijelaskan seperti pada umumnya yang kita ketahui, kesetaraan gender. Intinya, wanita harus merdeka, setara dengan laki-laki perihal karir, pendidikan, dll. Tapi, ternyata selain paham tersebut juga ada paham lain. Feminisme yang digemborkan oleh masyarakat dunia luas itu menjurus kepada dilegalkannya pernikahan sesama jenis. ‘Mereka’ ingin kaumnya dianggap selayaknya menjalin hubungan lawan jenis di hadapan publik. Kaget? Hehe, iya sama aku juga. Satu hal yang bikin aku bertanya-tanya adalah, apakah mereka yang ikutan demo kemarin ini paham akan hal tersebut? Jangan-jangan mereka nggak tau dan asal ikut aja karena mereka kurang paham. Duh, kan ya susah kalo kayak gitu.   
Bendera Pelangi (taukan simbolnya apa?)
Aku harap, kalian yang baca ini bukan salah satu dari mereka ya. Semoga aja ada jalan keluar yang baik untuk masalah ini. 

Sekian. Terima Kasih. 

PS : eh kalo ada yang salah tolong dikoreksi ya. bisa email ke aku deamerina@gmail.com makasih :)

source : google

Aku bisa dibilang jenis orang yang suka banget sama hujan. Banyak orang yang bilang kalo hujan itu berkah. Berkah untukku bisa hujan-hujanan kali ya haha. Kalo bisa hujan-hujanan tanpa malu sama usia udah deh aku lakuin tiap kali ujan turun hehehe. Tapi kan nggak mungkin yak kalo umur segini keluar dari rumah trus joget-hoget ala india. Malu euy. Eh, tapi yakanya nggak semua orang setuju sama statement tersebut. Nyatanya banyak juga tuh orang yang malah ngeluh kalo hujan.

Kalo menurutku pribadi hujan itu bisa jadi 2 pilihan. Berkah atau ujian. Kenapa berkah? Bisa dibilang berkah karena hujan membantu kita untuk bisa bernafas lebih lega. Terbukti kan udara kebih seger setelah seharian terpanggang matahari. Apalagi di kota besar nan padat like surabaya. Hehe bukannya menjelek-jelekkan kota sendiri, Cuma ya memang gitu kenyataaannya. Polusi pun hilang seketika dengan guyuran air mata hujan. Dan betapa kita nggak bersyukur akan hal itu. ngeluh soal cucian yang nggak keringlah, atau jalanan jadi becek, jadi kehujanan dijalan, dan masih banyak lagi alasan manusiawi lainnya. Namanya juga manusia pasti ambil yang negatifnya dulu. Karena saat mereka susah mereka sadar, tetapi sebaliknya saat mereka senang mereka nggak sadar.

Terus ada lagi nih berkah yang kedua buat para petani yang berbahagia melihat air yang menggenangi sawahnya atau lahannya. Bukannya para petani berbahagia diatas penderitaan orang lain. Tapi emang sudah takdirnya begitu. Coba aja kita juga ikut berbahagia karna hujan turun pasti nggak ada yang sengsara. Ngomong apa sih aku nih. Ya gitu deh ya pokoknya taukan ya maksud aku.

Hujan juga bisa jadi berkah karena menahanmu untuk pergi. Kamu, iya kamu. Aapa sih? Haha oke. Coba deh renungin dikit aja. Siapa tau kamu itu keseringan pergi. Sampe-sampe kamu nggak merhatiin sama orang yang ada dirumah. Nih, kalo ujan turun aku yakin banyak yang cancel janjiannya. Otomatis kamu yang lagi mau nyalain motor buat cus pasti gagal. Males ah hujan-hujanan. Dukun yak gw ahah gpp sesekali. Skenarionya gini, kamu ada janji pergi sama gengmu buat nonton di mall. Sepulang kuliah kamu pun bersiap-siap. Makan, mandi, pilih baju dll. Terus kamu chat deh temen-temen kamu, otw guys!. Setelahnya, kamu pamit sama ibumu yang lagi duduk-duduk di ruang tamu. Kamu pamit pergi ke mall. Terus hujan turun begitu lebatnya hingga menggoyang-goyangkan atap rumah tetangga yang terbuat dari seng (?). akhirnya karena meles hujan-hujanan kamu pun cancel pergi terus balik deh masuk lagi kedalem rumah. Ibu nyatanya senyum ngelihat kamu gagal pergi, karena berharap kamu temani malam ini. The end. Haha. Bisa bayangin kan yak? Intinya Allah minta kamu dirumah. Sekian.

Selain berkah, hujan bisa jadi sebagai ujianmu guys. Bukan ujian pilihan ganda ataupun essay, melainkan langsung ujian praktek dengan intuisi. Gambarannya gini deh (bayangin lagi gpp yak eheh), bayangin kamu hari ini misal ada jadwal untuk interview kerja. Dan kamu pengen banget untuk dateng. Udah prepare ngepasin baju, cv juga udah siap, dan segala bayangan pertanyaan sudah di skenario. Anggep aja jam setengah 2 siang. Jam setengah 1 kamu sudah berangkat. Tiba-tiba, beberapa meter kamu mau sampe lokasi hujan deres banget. Alhasil bajumu basah kuyub. Kamu lihat jam tangan udah jam 1 lebih 20 menit. Kebetulan dideket lokasi interview itu, ada rumah sodaramu. Pas udah sampe di parkiran, kamu berpikir berulang kali dan memutuskan untuk cabut ke rumah sodara. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 2 pas. Gilak udah telat dong yakan, kalo mau balik lagi kesana dengan keadaan hujan dan macet gini bisa deh 15 menit lebih. Antara diterima atau ditolak. Disatu sisi bisa jadi kamu berpikir kalo ini mungkin petunjuk dari Allah kalo pekerjaan ini bukan jalan buatmu, makanya Allah kasih hujan. Disatu sisi yang lain kamu masih pengen nyobain, penasaran apa bener ini tandanya kalo bukan jalanmu? Alhasil kamu pun keukeuh buat tetep memastikan petunjuk tersebut. Kamu meutuskan untuk tetap datang. Maslaah nanti ditolak atau nggak urusan belakangan. Kamu pinjem baju dan order grab atau sejenisnya. Nyatanya drivernya kesasar, jadi lebih lama nyampenya. Jam 1 lebih 40 menit. Pas sampe dilokasi udah jam 2an. Kamu pun bergegas dan foala ternyata masih antri. Dan nggak masalah kamu telat. Kamu masih bisa untuk ikutan interview.

Nah, jadi kamu lebih suka pilihan yang mana?

Newer Posts
Older Posts

About Me

My photo
deamerina
Hai! Selamat datang di blog saya. Silahkan menyelami kegiatan yang saya lakuakn yang berhubungan dengan menulis dan fotografi hihi
View my complete profile

Follow Me

  • instagram
  • YouTube
  • FB
  • LinkedIn

Community

Blogger Perempuan
Intellifluence Trusted Blogger

Banner Bloggercrony

Blog Archive

  • ►  2022 (61)
    • ►  August (11)
    • ►  July (8)
    • ►  June (7)
    • ►  May (6)
    • ►  April (6)
    • ►  March (4)
    • ►  February (7)
    • ►  January (12)
  • ►  2021 (100)
    • ►  December (11)
    • ►  November (7)
    • ►  October (3)
    • ►  September (13)
    • ►  August (11)
    • ►  July (7)
    • ►  June (10)
    • ►  May (9)
    • ►  April (14)
    • ►  February (4)
    • ►  January (11)
  • ►  2020 (46)
    • ►  December (16)
    • ►  November (10)
    • ►  October (5)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  June (1)
    • ►  May (2)
    • ►  April (2)
    • ►  March (3)
    • ►  February (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (15)
    • ►  October (1)
    • ►  September (5)
    • ►  August (1)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  February (1)
    • ►  January (2)
  • ▼  2018 (56)
    • ►  November (9)
    • ►  October (3)
    • ►  September (4)
    • ►  August (1)
    • ►  July (3)
    • ►  June (8)
    • ►  May (4)
    • ►  April (6)
    • ▼  March (6)
      • Pencuri Perhatian
      • Menjenguk Masa Lalu
      • Sejenak Menapak Yogyakarta (Part-1)
      • Pagi yang cerah itu umumnya diawali dengan senyum...
      • Jatuh Cinta Yang Salah
      • Hujan Itu Berkah Atau Ujian?
    • ►  February (8)
    • ►  January (4)
  • ►  2017 (9)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  June (2)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2016 (6)
    • ►  October (1)
    • ►  April (3)
    • ►  January (2)
  • ►  2015 (21)
    • ►  November (3)
    • ►  October (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (5)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (2)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)

Friends

Popular Posts

  • Review Film : Searching (2018)
  • Review Skincare: Nature Daily Aloe Hydramild Multifunction Gel
  • Review Skincare: Wardah UV Shield Essential Sunscreen Gel SPF 30 PA +++
  • Review Film : Hotel Translyvania 3, Summer Vacation (2018)

Voucher Discount

Voucher Discount

Created with by BeautyTemplates | Distributed by blogger templates