Bima dan Dara, sepasang remaja
yang menjalin hubungan di masa sma. Seperti pasangan lainnya, mereka sering
menghabiskan waktu bersama. Suatu ketika sepulang sekolah, seperti biasa Bima
mengantarkan Dara pulang ke rumahnya. Mampir sebentar, bercanda, bermain-main.
Dara mendadani Bima dengan alat rias yang ia punya di kamarnya. Bercanda selayaknya
pasangan lainnya sambil tertawa. Sayangnya, mereka terbawa suasana dan
melakukan hal yang tidak seharusnya.
Kepanikan terjadi saat Dara
merasa ada yang aneh dengan dirinya. Ia terlambat mengalami siklus bulanan. Setelah
di cek, ternyata Dara positif hamil. Dara marah dan menyesal. Terbayang akan
bagaimana ia harus menjalani hidupnya setalah ini. Bagaimana sekolahnya? Bagaimana
dengan orang tuanya? Ia merupakan murid berprestasi di sekolah. Begitupula Bima.
Ia menyesal dan takut. Bingung harus melakukan apa. Bima menghindari Dara
hingga membuat Dara semakin marah. Kecewa.
Hingga Bima menyarankan Dara
untuk menggugurkan kandungannya. Dara setuju. Sepulang sekolah mereka pergi ke
tempat aborsi yang didapatkan Bima dari temannya. Sesampainya disana, Dara ragu
dengan hal yang akan ia lakukan. Apakah ini benar? Apakah ini boleh? Ia termenung
didepan tempat aborsi. Ia pun memutuskan akan melahirkan bayinya. Bima setuju
meski dengan sedikit keraguan.
Mereka pergi ke sekolah seolah
tidak terjadi apa-apa. Bima mengawasi kegiatan Dara lebih hati-hati. Saat perut
Dara sudah semakin besar, Bima membelikan pakaian yang lebih longgar dan sesuai
untuk Dara. Suatu ketika saat jam olahraga, kepala Dara terbentur bola basket
dan secara tidak sadar Dara mengkhawatirkan bayinya.
“Bim, bayinya gimana?” lontar
Dara panik pada Bima di depan teman-temannya di lapangan.
Seisi sekolah akhirnya tahu dan kepala
sekolah memanggil kedua orang tua mereka. Seperti orang tua pada umumnya,
mereka semua kecewa dan marah besar. Terutama ibu Dara. Akhirnya Dara pun diusir
dari rumah.
Jujur sejujur-jujurnya, awalnya
itu aku nggak tertarik sama sekali sama film ini. Mungkin karena latarnya
cerita anak sma. Dan kebanyakan rata-rata film lokal yang mengangkat cerita sma
itu yaa... menye-menye percintaan. Hehe. Maap, emang kurang doyan aja gitu kalo
liat film beginian. Tapi, karena pada suatu ketika aku iseng-iseng scroll
twitter banyak banget kontra soal film ini aku jadi penasaran.
Film ini mengangkat isu sosial
yang sedang marak di Indonesia. Hamil di luar nikah. Banyak yang bilang film
ini mengajari anak muda untuk melakukan sex bebas. Tapi, menurutku justru film
ini melakukan hal sebaliknya. Mengedukasi anak-anak muda dan orang tua untuk
mengetahui akibat-akibat yang ditimbulkan dari kejadian itu.
Pendidikan sex di Indonesia
sendiri memang masih dianggap hal yang tabu. Padahal udah banyak kasus semacam
ini. Pemerkosaan dan pelecehan bahkan sudah tidak lagi memandang usia. Dari usia
anak tk pun ada korbannya. Dengan adanya film ini, menurutku sindiran juga sih
buat para orang tua supaya sadar dan dapat mengedukasi anaknya mengenai hal
ini. Karena di sekolah juga nggak semua hal bisa didapatkan. Maka dari itu
perlu dampingan orang tua agar anak tidak melewati batas. Terlebih lagi kalau
orang tua yang memberikan arahan tentunya sang anak bisa lebih leluasa bertanya
tanpa malu.
sumber : Katadata |
Sama halnya
dengan para remaja. Mereka juga harus paham mengenai tubuh mereka. Kehamilan di
usia sekolah memang sangat rentan beresiko. Dari rahim yang diangkat hingga
kematian. Menurut artikel yang ditulis Tirto.id, berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI), secara umum, tingginya peluang anak meninggal terjadi pada
anak yang dilahirkan oleh ibu yang berumur terlalu muda (kurang dari 18 tahun)
atau terlalu tua (lebih dari 34 tahun), dilahirkan dalam jarak kelahiran yang
pendek, atau dilahirkan oleh ibu dengan urutan kelahiran yang tinggi. Hal ini
disebabkan karena diusia kurang dari 18 tahun secara biologis tubuh belum siap memberikan
asupan dan memikul beban lain. Risiko kelahiran berhubungan erat dengan
buruknya kesehatan reproduksi dan kurangnya kesadaran anak perempuan terhadap
dampak persalinan dini. Tak heran bila tingginya risiko kematian bayi
disebabkan karena komplikasi saat persalinan dan tubuh yang belum sepenuhnya
matang untuk melahirkan.
Kurangnya informasi
membuat para remaja yang salah jalan dan panik mengambil tindakan-tindakan yang
membahayakan diri mereka sendiri. Ada yang melakuakn aborsi dan bunuh diri. Padahal,
aborsi pun dapat menimbulkan resiko penyakit yang lain. Seperti yang dilansir
Hellosehat berikut:
sumber : Rappler |
1.
Perdarahan vagina berat
Perdarahan
hebat sebagai efek aborsi serius umumnya disertai dengan demam tinggi dan
gumpalan jaringan janin dari rahim. Perdarahan berat dilaporkan terjadi pada 1
dari 1000 kejadian aborsi. Perdarahan vagina yang sangat hebat bisa berujung
pada kematian, terutama jika aborsi dilakukan secara ilegal dengan metode yang
seadanya.
2.
Infeksi
Infeksi
terjadi karena leher rahim akan melebar selama proses aborsi yang
diinduksi obat aborsi (baik
resep dokter maupun yang didapat dari pasar gelap). Ini kemudian menyebabkan
bakteri dari luar masuk dengan mudah ke dalam tubuh, memicu timbulnya infeksi
parah di rahim, saluran tuba, dan panggul.
3.
Sepsis
Dalam
kebanyakan kasus, infeksi tetap berada di satu area tertentu (rahim, misalnya).
Namun, dalam kasus yang lebih parah, infeksi bakteri masuk ke aliran darah Anda
dan berjalan ke seluruh tubuh. Ini yang disebut sebagai sepsis.
Dan ketika infeksi terlanjur menyerang tubuh Anda semakin parah sehingga
menyebabkan tekanan darah menurun sangat rendah, ini disebut sebagai syok
sepsis. Syok sepsis setelah aborsi termasuk kondisi gawat darurat.
Ada dua
faktor utama yang dapat berperan penting terhadap peningkatan risiko Anda
terhadap sepsis dan pada akhirnya, syok sepsis setelah aborsi: aborsi yang
tidak sempurna (potongan jaringan sisa kehamilan masih terperangkap dalam tubuh
setelah aborsi) dan infeksi bakteri pada rahim selama aborsi (baik lewat
pembedahan maupun dengan cara mandiri).
4.
Kerusakan rahim
Kerusakan
rahim termasuk kerusakan leher rahim, perlubangan (perforasi) rahim, dan luka
robek pada rahim (laserasi). Namun sebagian besar kerusakan ini bisa tidak
terdiagnosis dan tidak terobati kecuali dokter melakukan visualisasi
laparoskopi.
Risiko
perforasi rahim meningkat pada wanita yang sebelumnya telah melahirkan dan bagi
mereka yang menerima anestesi umum pada saat aborsi. Risiko kerusakan serviks
akan lebih besar pada remaja yang melakukan aborsi
sendiri pada trimester kedua, dan ketika praktisi aborsi gagal
memasukkan laminaria untuk dilatasi serviks.
5.
Infeksi peradangan panggul
Infeksi peradangan panggul (PID) adalah
penyakit yang dapat menyebabkan peningkatan risiko kehamilan ektopik dan
mengurangi kesuburan perempuan di masa depan. Kondisi ini berpotensi mengancam
nyawa. Risiko PID meningkat pada kasus aborsi spontan karena adanya peluang
untuk jaringan kehamilan terperangkap dalam rahim serta risiko perdarahan
hebat. Keduanya merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri; Selain
itu, pada wanita yang sudah mengalami anemia sedang hingga berat sedari awal,
kehilangan darah lebih lanjut akan meningkatkan kemungkinan infeksi. Pada
aborsi yang diinduksi (baik legal maupun ilegal), instrumen dan manipulasi
eksternal juga meningkatkan kemungkinan infeksi.
6.
Endometritis
Endometritis
adalah kondisi peradangan pada lapisan rahim, dan biasanya karena infeksi.
Endometritis adalah risiko efek aborsi yang mungkin terjadi pada semua, namun
lebih terutama untuk remaja. Remaja perempuan dilaporkan 2,5 kali lebih mungkin
untuk mengalami endometritis setelah aborsi dibandingkan wanita usia 20-29.
7.
Kanker
Perempuan
yang pernah sekali menjalankan aborsi menghadapi risiko 2,3 kali lebih tinggi
terkena kanker serviks daripada perempuan yang tidak pernah aborsi. Perempuan
yang pernah dua kali atau lebih menjalani aborsi memiliki peningkatan risiko
hingga 4,92.
8.
Kematian
Perdarahan
hebat, infeksi parah, emboli paru, anestesi yang gagal, dan kehamilan ektopik
yang tidak terdiagnosis merupakan beberapa contoh penyebab utama dari kematian
ibu yang terkait aborsi dalam seminggu setelahnya.
Studi
tahun 1997 di Finlandia melaporkan bahwa perempuan yang aborsi
berisiko empat kali lipat lebih mungkin untuk meninggal akibat
kondisi kesehatan di tahun berikutnya daripada wanita yang melanjutkan
kehamilan mereka sampai cukup umur. Penelitian ini juga menemukan bahwa perempuan
yang melakukan aborsi mengalami peningkatan risiko kematian yang lebih besar
dari bunuh diri dan
sebagai korban pembunuhan (oleh anggota keluarga maupun pasangan),
daripada perempuan yang melanjutkan hamil hingga 9 bulan.
Nah, seperti
itulah kemungkinan resiko yang ditimbulkan dari kehamilan di usia muda. Selain aspek
biologis, tingkat emosional pada kehamilan di usia muda juga masih belum
matang. Hal ini akan menyebabkan banyak permasalahan saat mengasuh anak yang
dilahirkan. Belum lagi pendidikan calon ibu yang belum tercukupi. Hingga membuat
pendidikan sang anak pun turut serta terbatas dari sang ibu.
Jadi,
menruutku film ini perlu ditonton anak muda jaman now dan jangan lupa juga ya
ajak orang tua kalian J
5 comments
Post a Comment