• Contact
  • Home
  • Travel
  • Beauty
  • Review
    • Film
    • Book
  • Journal
    • Portfolio
    • Lifestyle
    • Blog
      • Blogging
      • BPN Challenge
    • Fiction
Powered by Blogger.



Sesuai judul bukunya, buku ini memang cocok sekali dibaca saat kamu sedang kehabisan tenaga. Terkadang banyak orang yang tidak tahu harus berbuat apa saat berada kondisi hatinya tidak baik. Mungkin ada beberapa yang membutuhkan teman bicara dan mendapatkannya. Tetapi, tidak jarang juga seorang introvert memulihkan tenaganya dengan berdiam sendirian. Mengembarakan pikiran menanyakan banyak hal. Mengapa begini, mengapa begitu. Membaca buku ini bisa menjadi salah satu alternatif.


Buku yang ditulis oleh Mbak Munita Yeni ini berisi mengenai hal-hal yang sering kamu pertanyakan. Tentang perilaku, awal muasal kebiasaan buruk yang tidak kamu sadari, beberapa jenis kelainan mental, hingga tips merubah suasana hati.

Saran saya, kamu bisa baca buku ini perlahan sambil menuliskan selembar catatan untuk diri sendiri. Meski sebenarnya buku ini bisa kamu habiskan dalam semalam atau dua malam karena bahasanya yang sangat sederhana. Oh ya, buku ini juga berisi beberapa pertanyaan singkat tentang diri. Dengan menjawabnya akan membantu kamu menganalisa diri.

Saya membaca buku ini beberapa hari lalu saat saya sedang drop. Membacanya perlahan membuat setiap kata-kata yang dituliskan meresap kedalam diri saya. Hal ini membuat saya merasa dituntun untuk membuka pikiran jauh lebih lebar kedalam diri. Tidak ada salahnya mengenal diri jauh lebih dalam. Barangkali dengan begitu hidupmu akan terasa lebih mudah.

Hidup di planet lain


Pembahasan pertama dimulai dengan kehidupan di ‘Planet Mars’. Hal yang sering kita lakukan saat kenyataan tak sejalan dengan keinginan. Kata-kata ‘seandainya…’ menjadikan kita lengah dan cenderung enggan untuk berusaha menjadikannya sebuah realita. Yap. Saya juga pernah bahkan mungkin seringkali melakukannya tanpa sadar.

Kebiasaan yang ternyata buruk tersebut membuat saya terjebak dalam kehidupan imajinasi yang saya buat sendiri. Coba ingat-ingat, pernah tidak kamu mengandai-andaikan sesuatu dan merasa senang karenanya. Begitu menikmati waktu yang berjalan dalam kehidupan ‘Planet Mars’ tanpa sadar melewati batas waktu hadir dalam realita. Bahkan, terkadang hal itu menjadi candu. Sudah ingat? Nah, candu kan?



Ibaratnya, kita sedang bermain peran seperti anak kecil. Ingat kan dulu saat kita masih kanak-kanak sering bermain peran menjadi profesi dambaan kita? dokter, polisi, guru, dll. Bukannya dulu semasa kecil kita menikmatinya? Merasa puas hingga ingin melakukannya terus menerus. Permainan itu mungkin baik untuk anak kecil, tapi ternyata tidak baik untuk dibawa hingga kita beranjak dewasa.

Aku Ideal


Bab ini membahas mengenai hal-hal yang tidak bisa kita terima mengenai diri kita sendiri secara fisik dan kepribadian. Saya pernah mengalaminya. Membenci wajah saya yang bulat karena banyaknya doktrin yang saya terima kalau cantik itu yang memiliki wajah lonjong dan pipi tirus. Saat berfoto bersama teman pada akhirnya saya cenderung untuk berada di paling belakang (agar wajah saya tidak nampak lebar).

Seiring berjalannya waktu saya mulai bisa menerima wajah bulat saya. Saya berkaca cukup lama dan memperhatikan tiap detil wajah saya. Mata beserta kantung matanya, hidung yang tidak mancung, pipi tembam, alis yang terlampau tebal, bibir, bahkan gigi. Saat itu saya berpikir, kalo hidung saya mancung mungkin bentuk wajah saya akan terlihat aneh. Nggak matching deh sama pipi saya, kata saya waktu itu. Atau, kalau hidung saya mancung saya nggak akan dianggap anak oleh orang tua saya haha. Menertawakan diri sendiri terkadang melegakan. Toh hidup tidak akan selalu sempurna.


Oh iya, selain wajah bulat saya sempat membenci tubuh saya yang tinggi. Ya, tinggi saya diatas rata-rata perempuan indonesia kebanyakan. Saya sempat heran mengapa banyak orang yang ingin tinggi. Padahal hal itu kadang atau bahkan seringkali menyebalkan.

Dari TK saya sudah tinggi. Paling tinggi diantara teman-teman sekelas saya. Saya sampai sempat berpikir, kayaknya saya nggak pernah kecil imut-imut deh haha. Tinggi itu nggak enak. Kalau beli pakaian rasanya selalu aja cingkrang. Padahal banyak banget brand lokal yang lucu-lucu. Sepatu, sandal, celana, blus, dll. Jahit sendiri? Butuh kain lebih banyak haha.

Selain fisik, saya juga sempat mempertayakan keadaan diri, kenapa ya saya nggak bisa ngobrol semudah mereka yang supel? Yap. Pertanyaan sejenis itu dulu seringkali menghantui saya. Bahkan sempat membuat saya tidak nyaman karena terlalu memikirkannya. Saya ingin menjadi supel, kata saya saat itu. Perlahan saya tahu kalau memang tidak semua orang mudah berkomunikasi. Kebetulan, saya kebagian seorang introvert yang hanya bisa megawali pembicaraan. Kurang bisa membawa obrolan selalu menyenangkan. Itu mah kayaknya jobdesk si extrovert haha. Tenang, udah ada bagiannya sendiri-sendiri kok 😊

Siapa yang lebih salah


Memiliki rasa bersalah juga ternyata tidak baik. Hal ini membuat kita menjadi semakin lelah. Misalnya saja, karena saya satu-satunya anak perempuan di keluarga, maka saya harus bangun pagi dan membantu ibu membereskan rumah. Kakak dan adik saya, karena mereka laki-laki mereka tidak perlu melakuakn pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel, mencuci piring, bahkan mencuci pakaian.

Nah, perasaan bersalah semacam itu ternyata berkembang tanpa sadar. Perasaan saya menjadi tidak enak dan merasa bersalah kepada seisi rumah saat saya bangun kesiangan dan harus segera pergi bekerja tanpa membereskan rumah. Sepulangnya, saya pun menebus dosa dengan mebereskan rumah. Padahal seharusnya saya beristirahat.

Seiring berjalannya waktu saya merubah perasaan bersalah tersebut menjadi hal yang lebih menyenangkan. Saya melakukan pekerjaan rumah bukan karena saya satu-satunya perempuan di rumah. Melainkan dengan melakukan pekerjaan rumah saya bisa sambil melakukan relaksasi diri. Perasaan yang awalnya berat karena menganggapnya beban, kini menjadi ringan. Karena menurut saya tidak mudah merubah orang lain. Ya, jadi saya merubah diri saya sendiri saja.

Selain perasaan bersalah, saya juga pernah menyalahkan orang tua mengenai jurusan kuliah. Saya kuliah di jurusan yang dipilihkan oleh orang tua saya. Bisa dibilang kuliah salah jurusan. Saya nggak pernah ada passion di jurusan tersebut. Tapi, pada akhirnya saya merubah pikiran saya. Kuliah bukan meulu soal mata kuliah. Saya banyak belajar di tempat saya kuliah. Mengenai kegagalan dan kepribadian. Hal ini membuat saya lebih bisa menerima keadaan. Karena tidak akan ada gunanya menyalahkan keputusan masa lalu. Beban tersebut pun perlahan menghilang.

Nyatanya perasaan saya menjadi lebih ringan saat saya dapat menemukan benang hitam dari setiap permasalahan saya. Hal-hal yang pada awalnya menumpuk di hati kini telah lapang.



Belakangan, gegara karantina banyak orang yang pada akhirnya memilih untuk menghabiskan waktu dengan nonton film atau drama. Termasuk saya sih hehe. Dan, salah satu drama korea yang lagi booming adalah The World of Married Couple.

Awalnya, saya penasaran waktu lihat tweet seseorang di twitter. Tentang perselingkuhan dalam kehidupan rumah tangga. Langsung deh cus buka aplikasi Viu di hp, ternyata ada! Seketika langsung liat trailernya dan berlangganan hehe. Sebenernya saya kurang suka nonton drama yang belom kelar alias masih kejar tayang. Soalnya bakalan bikin penasaran ☹ tapi yaudahlah.

Kisah sepasang suami istri, Tae Oh dan SunWoo, yang pada awalnya hidup bahagia dengan anak mereka, Joon Young. Istrinya seorang dokter dan suaminya seorang sutradara. Kehidupan mereka dipenuhi dengan kebahagiaan. Karir bagus dan teman-teman yang mendukung. Kurang apa coba?

Yaaah, tapi yang namanya hubungan nggak selamanya bakalan baik-baik aja. Sang suami selingkuh dengan seseorang yang tak terduga. Anak dari pasien si istri. Awalnya saya mikir kalo suaminya selingkuh sama temennya yang seumuran. Ternyata sama wanita usia 24an. Fyi, suami istri tersebut usia 40an.

Film ini bisa dibilang film paling jelas di awal. Di episode 1 udah dijelasin kalo suami selingkuh sama Da Kyung. Yang bikin saya nggak habis pikir adalah, semua inner circle Sun Woo pada tahu kalo suaminya selingkuh, tapi mereka diem ajaaa huhu. Coba bayangin gimana perasaannya? Ancur? Jelas!

Dari episode 2-6 ini isinya konflik mulu dah. Bener-bener kayak drama di Indosiar. Klimaksnya ada di episode 6. Berasa kayak nonton thriller. Bener-bener nggak nyangka bakalan ada adegan kayak gitu. Serem sih asli.

Trus di episode 7-11 suaminya balas dendam ke mantan istrinya (Sun Woo). Yap. Mereka akhirnya cerai. Ini rada nggak masuk akal sih. Secara, yang disakiti itu ya istrinya. Mestinya kan Sun Woo ya yang mangkel, lha ini nggak dong. Malah Tae Oh yang balas dendam ke Sun Woo. Padahal toh dia udah nikah aja sama Da Kyung dan jadi lebih kaya. Masih aja ngusik mantan istrinya. Kenapa sih orang inii??

Yang bikin lebih terkejutnya lagi di episode 11. Pengen nangiiisss sungguh. Bingung dan nggak habis pikir ini film maksudnya apa sih???? Kesel huhu. Udahlah kalian liat aja. Bakalan dibuat kesel sendiri deh.

Sebenernya kalo diperhatiin ada banyak hal yang bisa kita jadiin catetan pribadi.

Akan selalu ada korban dari sebuah perceraian.


Anak biasanya yang akan kebingungan dengan kondisi keluarga mereka. Apalagi kalo anaknya masih dibawah umur. Kondisinya di rumah mungkin nggak seberapa kelihatan sih, biasanya lebih sering kelihatan di sekolah. Kayak Joon Young yang jadi makin pemarah dan bermasalah di sekolah.

Belum lagi tekanan dari temen-temennya yang nggak begitu paham masalah keluarga. Dikit-dikit bisa jadi di cap ‘anak korban broken home’. Hhhh kesel sih. Apalagi kalo sampe para orang dewasa yang berulah. Secara gitu kan, mereka udah pada berkeluarga masa iya nggak bisa memahami kondisi keluarga orang lain? Haruskah digunjingkan?

2.      Jadi single parent yang jelas nggak gampang.


Sun Woo yang berusaha mempertahankan karirnya sebagai direktur muda untuk memberikan yang terbaik buat anaknya. Sampe jarang di rumah sangking sibuknya. Dilema juga sih ya. di sisi lain dia kudu bisa jadi ibu yang baik buat Joon Young. Yang selalu ada kapanpun anaknya butuh. Yang selalu perhatian.

Karena beban yang diemban makin berat, dia jadi makin garang. Jangan coba-coba deh mengusik seorang single parent. Kalo ngusik dia pribadi mah mungkin bisa cuek, tapi kalo udah ngusik anaknya beh mending mundur alon-alon deh.

3.      Keegoisan seorang ibu muda


Di salah satu scene waktu Tae Oh dibawa ke kantor polisi, dia berusaha nelpon istrinya, Da Kyung, sama mertuanya. Tapi nggak ada yang ngangkat. Dia mau nelon mantan istrinya, Sun Woo, nggak jadi karena yaaa mungkin ngerasa nggak pantes kali ya minta tolong ke dia.

Tapiiiii, tiba-tiba si Sun Woo dateng dong ke kantor polisi bantuin si Tae Oh. Hmm. Tae Oh pulang-pulang langsung marah ke istrinya. Bukannya dia yang bantuin suaminya, eh malah mantan istrinya. menurutku disini Da Kyung masih egois banget sih. Dia masih sangat ingin diperhatikan tanpa lihat kondisi. Mungkin masih belajar jadi istri sih.

4.      Meski sudah cerai, anak tetap segalanya.


Kadang, anak nggak ngerti kalo yang dilakuin orang tuanya itu buat dirinya. Meski Sun Woo sama Tae Oh udah pisah toh mereka masih mikirin Joon Young banget. Berusaha menjaga nama baik anaknya. Biar nggak dibully sama temen-temennya. Biar nggak dikatain anak pembunuh. Hhhh.

Overall drama ini bagus bangeeeet. Plot twistnya yang nggak gampang ketebak bikin jatuh cinta dan makin penasaran 'what's next?'. Selain itu drama ini juga blak-blakan. Kalo biasa di drama-drama kan ada orang yang identitasnya disembunyiin, kalo di drama ini langsung dijelasin. Jadi kita penonton nggak dibuat bosen dengan menebak-nebak sendiri. Tapiiii, kalo liat film ini kudu bisa tahan emosi ya hehe. 

Sekiyaaannn! 
Newer Posts
Older Posts

About Me

My photo
deamerina
Hai! Selamat datang di blog saya. Silahkan menyelami kegiatan yang saya lakuakn yang berhubungan dengan menulis dan fotografi hihi
View my complete profile

Follow Me

  • instagram
  • YouTube
  • FB
  • LinkedIn

Community

Blogger Perempuan
Intellifluence Trusted Blogger

Blog Archive

  • ►  2022 (44)
    • ►  July (2)
    • ►  June (7)
    • ►  May (6)
    • ►  April (6)
    • ►  March (4)
    • ►  February (7)
    • ►  January (12)
  • ►  2021 (100)
    • ►  December (11)
    • ►  November (7)
    • ►  October (3)
    • ►  September (13)
    • ►  August (11)
    • ►  July (7)
    • ►  June (10)
    • ►  May (9)
    • ►  April (14)
    • ►  February (4)
    • ►  January (11)
  • ▼  2020 (46)
    • ►  December (16)
    • ►  November (10)
    • ►  October (5)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  June (1)
    • ▼  May (2)
      • Baca Buku Ini Saat Engkau Lelah
      • Review Drama Korea The World of Married Couple
    • ►  April (2)
    • ►  March (3)
    • ►  February (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (15)
    • ►  October (1)
    • ►  September (5)
    • ►  August (1)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  February (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2018 (56)
    • ►  November (9)
    • ►  October (3)
    • ►  September (4)
    • ►  August (1)
    • ►  July (3)
    • ►  June (8)
    • ►  May (4)
    • ►  April (6)
    • ►  March (6)
    • ►  February (8)
    • ►  January (4)
  • ►  2017 (9)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  June (2)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2016 (6)
    • ►  October (1)
    • ►  April (3)
    • ►  January (2)
  • ►  2015 (21)
    • ►  November (3)
    • ►  October (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (5)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (2)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)

Friends

Popular Posts

  • Review Film : Searching (2018)
  • Review Film : Hotel Translyvania 3, Summer Vacation (2018)
  • Salah Isi Saldo Go-Pay!
  • Review Skincare: Nature Daily Aloe Hydramild Multifunction Gel

Voucher Discount

Voucher Discount

Created with by BeautyTemplates | Distributed by blogger templates