Travel

FOLLOW US @ INSTAGRAM

Blogger Perempuan
Intellifluence Trusted Blogger

Banner Bloggercrony

Review Film "Kukira Kau Rumah" Angkat Isu Kesehatan Mental yang Jarang Dibicarakan

Post a Comment


Judul : Kukira Kau Rumah

Tayang : Februari 2022

Durasi : 90 menit

Genre : drama

Aktor : Jourdy Pranata, Prilly Latuconsina

Sutradara : Umay Shahab

Platform : Disney+ Hotstar


Spoiler alert!


Akhirnya inget buat nonton film ini hihi. Btw, sekarang bersyukur banget film Indonesia kalau mau masuk layanan streaming nggak perlu nunggu lama. Film ini tayang Februari 2022 dan sekarang udah masuk Disney+ Hotstar. Tapi, nggak tahu juga sih pastinya mulai masuk kapan hehe 😆


Mengangkat Isu Mental Illness

Sumber: Google

“Kok lebay banget sih” 


Yap. Ini adalah reaksi pertama saya waktu nonton masih bagian awal-awal. Karakter Niskala (Prilly Latuconsina), menurut saya terlalu lebay. Sejujurnya saya sempat ingin berhenti nonton di sepertiga film, tapi saya lanjutkan sampai habis. 


Beberapa detail shot di setiap scene menunjukkan betapa Niskala adalah sosok yang mudah terpancing emosinya. Bahkan, pada debat perkuliahan Niskala bisa sebegitu marahnya pada lawan debatnya. 


TAPIIII, itu semua berubah begitu masuk ke pertengahn film bagian konflik dimulai. Saya jadi paham dengan pembawaan karakter Niskala yang terlihat sangat ‘berlebihan’. Ia mengidap Bipolar


Hal ini bermula saat ia duduk di bangku SMA dan mendapatkan hukuman karena terlambat, memakai rok pendek, dan tidak menggunakan kaos kaki. Guru piket yang bertugas pun menghukum Niskala dengan memotong roknya. Tapi, Niskala sangat marah karena nggak terima. 


Niskala pada akhirnya dibawa ke psikiater dan sejak saat itu ia didiagnosa mengidap Bipolar. Ia melanjutkan home schooling dan nggak diboleh melanjutkan kuliah oleh ayahnya. Ayahnya bersikap over protective dengan harapan untuk menjaga Niskala. 


Scene Paling Menyentuh


Sumber: Google

Yang awalnya saya nggak begitu menikmati, memasuki konflik dan mendapatkan penjelasan, saya pun mulai terbawa suasana. 


Ada salah satu scene yang membuat saya sedih. Saat Niskala baru pulang diantar oleh Pram ke rumahnya, di rumahnya ke dua sahabatnya (Dina dan Okta) akhirnya menceritakan perihal Pram. Fyi, Niskala kuliah tanpa sepengetahuan ayahnya, hanya ibunya yang tahu. Dan ibunya menitipkan Niskala pada ke dua sahabatnya. 


Di saat itulah konflik mulai terjadi. Okta merasa marah dengan Pram dan mulai berkelahi. Dalam perkelahian itulah Niskala mulai berteriak-teriak histeris. Suara-suara di dalam kepalanya pun ikut membuatnya semakin parah. 


Setelah meminum obat dan tenang, Niskala berbaring di atas ranjang dengan tatapan kosong. Ibunya masuk untuk mengajaknya makan. 


“Ma…tolong…” kata Niskala lirih begitu lelah. Saat itulah sang ibu terlihat begitu sedih. 


Dua kata ini sukses membuat saya menangis. Seolah kata-kata itu keluar mewakili penderitaan yang dialami oleh Niskala yang lelah dengan dirinya sendiri. Ia lelah minum obat. Ia ingin normal dan memiliki banyak teman. Bukan hanya Dina dan Okta. Kehadiran Pram pun dianggap merusak Niskala. 


Menurut Saya Film Ini....


Sumber: Google

Overall, saya cukup menikmati film ini. Maaf banget kalau di awal saya sempat skeptis hehe. Gomenasai Mbak Prilly 🙏🏽


Topik bahasan film ini adalah kesehatan mental. Yang saya rasa ini masih jarang diangkat ke film layar lebar Indonesia. Plotnya cukup menarik. Meski ada beberapa alur yang terasa terlalu cepat. Terutama hubungan Niskala dan Pram yang menjadi dekat menurut saya terlalu cepat. Mungkin karena durasi juga kali ya biar lebih cepat ke intinya hehe.  


Karakter orangtua Niskala juga turut menjelaskan bagaimana masih banyak keluarga di Indonesia yang berjuang menghadapi isu kesehatan mental. Orang tua yang ingin menjaga anaknya, namun terlalu protektif. Mungkin mereka juga bingung bagaimana menyikapi hal tersbut. 


Di satu sisi, Niskala sebagai anak pada akhirnya merasa tidak dimengerti. Dikekang. Hingga semakin frustasi dengan keadaan. Bahkan, melakukan hal yang disukainya saja (menyanyi) ia dilarang. Niskala juga merasa orang tuanya, terutama ayahnya, merasa nggak bangga dengan dirinya. Makanya Niskala berusaha untuk mendapatkan nilai A dan berprestasi. Supaya saat lulus, ia dapat menunjukkan pada ayahnya kalau ia bisa seperti anak lainnya.


Beberapa adegan menurut saya terlihat kurang natural. Sewaktu Niskala dan Pram masak bareng, Niskala yang joget waktu Pram nyanyi pakai gitar pinjaman anak pengamen, dan waktu mereka berdua bernyanyi di atas panggung cafe. 


Dari menonton film ini saya jadi sadar untuk lebih berhati-hati dalam menilai seseorang. Mengingat reaksi pertama saya menonton film ini di awal adalah ‘kok lebay sih’. Semoga saja di dunia nyata saya bisa untuk tidak lebih mudah berasumsi. Saya jadi takut, berasumsi ‘lebay’ di balik keadaannya sesungguhnya. 


Yang menjadi pertanyaan saya adalah, apakah pengidap bipolar tidak boleh bahagia? Apakah kebahagiaan kecil seperti melakukan hal yang disukainya, dalam cerita Niskala adalah bernyanyi dan kuliah, dapat membuat keadaannya memburuk? 


Film ini cukup bagus menjadi media sosialisasi kepada masyarakat kita bagaimana memahami teman atau kerabat yang memiliki isu kesehatan mental. Semoga saja ke depannya semakin banyak film dengan tema kesehatan mental. 💃🏻


deamerina
Hai! Selamat datang di blog saya. Silahkan menyelami kegiatan yang saya lakuakn. Saya menulis berbagai macam hal seperti review film, buku, skincare, cerita jalan-jalan, dan penalaman pribadi.

Related Posts

Post a Comment