• Home
  • Travel
  • Review
    • Film
    • Book
  • Jurnal
    • Event
    • My Space
  • About

                        D e a     M e r i n a

“Don't be pushed around by the fears in your mind. Be led by the dreams in your heart.” ― Roy T. Bennett, The Light in the Heart

Powered by Blogger.


Makin lama, makin kerasa nggak sih kalau banyak kegiatan kita sehari-hari yang terbantu dengan adanya teknologi? Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Emang sih, dengan adanya kemajuan teknologi semuanya jadi jauh lebih mudah. Komunikasi dengan kerabat nun jauh di belahan dunia lain pun sekarang tinggal pencet-pencet layar ponsel. Dalam hitungan detik, foalaa! Sampailah pesan tersebut ke kerabat yang dituju 😍


Tapi, kenapa ya makin ke sini saya makin merasa semua kemudahan itu justru membawa kita ke banyak hal yang jauh lebih berbahaya. Terutama untuk kesehatan mental 😶 


Seni menahan diri


Seperti apa yang sedang saya lakukan sekarang, saya dengan mudahnya menuliskan isi kepala dan hati di blog pribadi. Which is, ini blog milik saya. Proses membuatnya pun cukup mudah. Lalu semua isi kepala saya dibaca oleh banyak orang. Saya bisa menulis di sini sesuka hati kapan pun dan di mana pun. Orang-orang yang membacanya pun nggak mengenal batasan waktu dan jarak. Apalagi usia 👀 


Hal inilah yang bikin saya was-was. Saya merasa belakangan saya harus lebih menahan diri. Apa pun yang ada di kepala dan hati saya, rasanya nggak semuanya perlu untuk disampaikan. Nggak perlu membuat semua orang tahu dan paham apa yang saya maksudkan. Nggak perlu membuat semua orang tahu apa yang saya rasakan dan lakukan. Nggak perlu menjadi yang paling benar dalam segala hal. Belakangan saya sadar kalau benar dan salah bagi setiap orang berbeda-beda tergatung dengan prinsip hidup mereka. 🙂


Saya baru menyadari hal ini di tahun kemarin. Dan itulah hal yang akan saya usahakan untuk tetap jaga. Salah satu hal sederhananya lebih berpikir seribu kali dalam mengunggah story atau postingan di Instagram. Saya nggak mau menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain meski saya nggak bermaksud demikian. Karena kita nggak akan pernah tahu apa yang orang lain alami. Kehidupan yang kita anggap membosankan bisa jadi justru membuat orang lain iri dan drowning. Membandingkan hidupnya dengan hidup orang lain yang ‘tampaknya’ menyenangkan. Yang sayaa tahu adalah kita semua sedang berjuang dengan kehidupan masing-masing. Pada akhirnya saya memutuskan untuk menggunakan media sosial untuk mengunggah karya sebagai personal branding dan portfolio saja hihi 😉


Seni bodo amat


Kita semua tahu kalau kita nggak bisa mengendalikan apa yang orang lain pikirkan dan  lakukan. Kita nggak bisa selalu membuat mereka paham dengan perspektif kita. Pasti kalian pernah kan berusaha untuk meluruskan sesuatu pendapat teman tentang diri kita? Capek nggak sih kadang saking berusahanya membuat mereka paham apa yang kita maksud? 😶


Jadi, pilihan satu-satunya adalah mengendalikan diri sendiri. Selain menahan diri, saya rasa skill yang perlu banget di improve sepanjang masa adalah bersikap bodo amat dengan hal-hal tertentu 😊 


Kedengarannya sih mudah. Tinggal cuekin aja tutup kuping. Ibarat pepatah, anjing menggonggong khafilah berlalu. Tapi, ternyata nggak semudah itu, Ferguso 🥴 Bodo amat juga ada takarannya. Jangan sampai deh saking bodo amatnya sampai jadi apatis atau menghiraukan hal-hal yang seharusnya justru bisa bikin kita lebih baik. Dan yang tahu batasan itu cuma diri kita sendiri. 


Seperti postingan saya sebelumnya soal tinggi. Sekarang saya akan bodo amat dengan orang-orang yang komen mengenai postur tubuh saya. Kalau ada yang bilang, “Duh, sayang banget sih punya badan tinggi tapi nggak dimanfaatin. Padahal bisa tuh jadi model atau pramugari”. Saya bakalan senyum dan hanya menganggapnya angin lalu aja. Karena saya nggak bisa merubah apa pun. Nggak mungkin kan saya berusaha operasi untuk jadi pendek? Atau memaksakan diri jadi pramugari atau model padahal nggak saya banget? 🤣


Beda halnya kalau ada yang bilang, “Haduh, videonya bikin pusing kebanyakan motion yang terlalu cepet”. Nah, meski cara penyampaiannya rada nggak enak, saya bakal coba review lagi video-nya dan justru nanya ke si penanya. “Oh, iya ta? Kudunya gimana ya? Ajarin dong 😁”. Kalau si penanya bisa kasih solusi dan saya jadi belajar darinya, jelas ini nggak bisa di-bodo-amat-in. Karena saya bisa berkembang dari komen itu 😉 


Lain ceritanya kalau si penannya nggak bisa kasih solusi apa pun. Berarti dia cuma bisa komen karya orang tanpa kasih solusi. Ya kalau ini mah, di-bodo-amat-in aja 🤪 


Seni berkomunikasi


Saya sadar, saya yang introvert ini nggak begitu baik dalam hal komunikasi. Boro-boro buat ngomong langsung, buat nulis aja kadang masih belibet 🤣 Apa yang ada di kepala saya itu kadang kudu dipikir-pikir lagi buat disusun jadi kalimat yang lebih enak untuk dibaca dan dipahai orang hehe. Jadi mohon maklum kalau kadang ada tulisan yang rada belibet 🤣


Saya tahu dan sadar betul kalau komunikasi adalah kunci dari segalanya. Apalagi terkait pekerjaan. Saya yang nggak begitu suka main ponsel sebelumnya malas banget balesin chat, tapi semenjak wfh (work from home) saya kudu selalu kasih kabar ke tim tentang progres. Nggak bisa hanya berasumsi, ah palingan dia juga udah tahu. Mereka kan bukan cenayang yak 😬


Terkadang untuk menjelaskan maksud saya pun saya sampai kudu menjelaskan panjang lebar yang di cross check dengan voice note atau bahkan telepon karo masih kurang jelas. 


Yaah, jadi itulah 3 skill dasar yang sedang saya usahakan untuk menikmati hidup setiap harinya hihi. Saya tulis di blog biar berasa bikin janji tertulis gitu sekalian ikutan evennya Mbak Eno. Kan kalo di baca orag biasanya jadi lebih bertanggung jawab ya 🤣 Dasar aku.


Kalau teman-teman gimana? Ada juga skill yang lagi di improve nggak nih? Apa pun itu mari semangat untuk melakukannya! 💃



Detective Conan, salah satu serial manga Jepang genre detektif favorit saya. Dulu saya pertama kali nonton sewaktu SD. Detective Conan ini serial yang paling saya tunggu di Minggu pagi selain Doraemon dan Inuyasha. Ketahuan banget kan saya masuk generasi tahun berapa haha 😜

Saya lupa mana yang saya kenal terlebih dulu, komiknya atau serial tv-nya. Yang jelas saya sangat amat menikmati menonton Detective Conan barengan sama kakak, adik, dan ibu saya. Fyi, ibu saya penggemar berat Inuyasha hihi. Ada yang tahu atau suka juga dengan serial Inuyasha ini? 😜


Seminggu belakangan ini tiba-tiba saya rindu banget nonton Detective Conan, jadilah saya cari daaann akhirnya dapaaat. Bener-bener full dari episode pertama (sebelum Shinichi jadi Conan) sampai yang terbaru episode 991. Saya baru tahu kalau serial ini masih tayang sampai Oktober 2020 kemarin. Bahagiaaa sekaliii 😆 Nontonin serial kesayangan emang bikin candu banget ya. Beda tipis lah sama kalau lagi nonton drama Korea haha. Sama-sama bikin lupa waktu dan nggak bisa berhenti hihi.


Bedanya kalau dulu sewaktu SD saya terkagum-kagum dengan semua analisa Conan, di usia sekarang saya jadi lebih banyak mikir. Wait, kok bisa begitu ya? Tadi kayaknya aku nggak merhatiin ada itu? Alhasil saya nontonnya pun sambil ikutan tebak-tebakan kira-kira siapa pelakunya 🤔 


Peka


Setiap kali Conan atau Hattori (teman Shinichi yang dari Osaka) bertemu orang, saya jadi lebih detail lihat gesture atau tanda-tanda yang ada pada orang tersebut. Misal bagian kaki yang ada goresan, pakaian yang ada noda, dll. Meski ini juga gambaran orang tapi seenggaknya si illustrator pasti kasih petunjuk juga kan? Hehe😁 


Baca juga: Review Film Soul (2020)

Saya jadi penasaran dengan penulis cerita ini, Gosho Aoyama. Kayaknya orangnya detail banget ya. Saya kira penulisnya ini punya latar belakang pendidikan psikologi atau yang berhubungan dengan polisi dll. Ternyata lulusan art dong. Keren banget lah si bapak satu ini. Saya jadi penasaran kira-kira dapet ide dari mana ya soal trick pembunuhan, motif, beserta petunjuk-petunjuk yang ditinggalkan? 🤔 


Tebak-tebakan pelaku  


Semenjak nonton ulang serial Detective Conan ini saya jadi makin paham polanya (atau lebih tepatnya ciri khas penulis dalam memecahkan kasus?). Orang-orang yang jadi tersangka biasanya memang tenang banget dan di luar dugaan. Alias, orang yang sebetulnya nggak begitu mencolok 😶 


Meski di beberapa cerita pelakunya justru orang di luar cerita awal. Yang ini sih sering bikin saya terkecoh haha. Bagian tebak-tebakan pelaku ini bagian yang paling seru buat saya. Kalau tebakan saya bener rasanya bangga juga. Apakah itu pertanda saya bakat jadi detektif? Dan berikutnya bakalan ada Detective Dea? Hahaha ngaco banget 🤪 


Selama nonton ini pun saya jadi berimajinasi punya kerabat yang bisa bikin alat-alat canggih kayak Porf Agassa haha. Meski sebenernya juga ada beberapa alat-alat unik yang sudah dijual di pasaran. Seperti bolpen yang ada kameranya. Tapi sepertinya lebih seru aja kalau punya kenalan yang bisa membuat semua peralatan itu. Bisa sekalian request gtu hehe 😆


Karena nostalgia ini pula, saya jadi tahu di Indonesia sendiri ternyata ada detektif perselingkuhan. Dan orang tersebut mengaku menjalani ini sebagai profesi karena suka melihat Sherlock Holmes. Wow! 😱


Kalau teman-teman gimana nih? Ada yang suka nonton Detective Conan juga? Atau punya serial detektif lainnya? Hmm, kayaknya selanjutnya saya mau nonton ulang Sherlock Holmes deh hihi. Gimana? 😆



Malam-malam gini, saya nggak sengaja lihat video Mbak Gita di Youtube. Sebenernya sih udah dari beberapa hari lalu liat video ini. Tapi, karena serial Detective Conan lagi nggak bisa di buka 😬, saya jadi iseng ngeklik video Mbak Gita. 

Sebagai perempuan yang dicap sedikit lebih tinggi dari perempuan kebanyakan, sejujurnya saya sering banget ngerasa nggak nyaman🙄. Waktu ngedengerin penjelasannya Mbak Gita, saya jadi keinget kejadian 2 bulan lalu. 


Waktu itu saya lagi ada kegiatan komunitas. Di komunitas saya, sama lah kayak komunitas pada umumnya. Nggak semua anggotanya selalu muncul. Yaaa, bisa di bilang jumlah orang-orang yang hadir hanya segelintir orang aja alias orang itu-itu aja. Sewaktu acara selesai, saya saking senengnya ketemu sama seorang teman yang cukup dekat 😁 


Dulu waktu awal-awal gabung komunitas ini, saya dan teman saya ini, panggil aja Mawar (berasa reportase aja🤣), sering ngerjain kegiatan bareng. Sejak itu kami dekat. Setelah sibuk dengan kegiatan masing-masing kami jarang banget ketemu. Kontakan cuma lewat chat media sosial aja. 


Long story short, kemarin adalah pertemuan kami setelah sekian lama nggak ketemu. Saya jelas seneng banget kan. Excited waktu ngeliat dia dan menghampirinya. Saya bahkan sampai teriak manggil namanya. Waktu saya mendekat, dia refleks ngeliatin saya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Saya cuma bisa menghela nafas aja berharap itu cuma perasaan saya 😶 Saya ngerasa ada sedikit kecanggungan di antara kami. Setelah basa-basi, Mawar nyeletuk, “Kamu tinggi banget ya nggak berubah.” dibarengi dengan body language sedikit menghindar. Saya menghela nafas lagi 😣 


Waktu acara selesai dan dilanjut makan-makan, saya diminta salah seorang teman untuk membuat video sponsor salah satu makanan. Karena nggak ada yang mau, yaudah saya iyain aja karena memang berniat membantu. Saya ajaklah si Mawar, “Mbak, ayo temenin aku. Biar aku nggak garing ngomong sendirian”


“Nggak ah, kamu aja. Kamu kan tinggi. Kalo sama aku nanti kelihatannya aneh njomplang banget,” katanya sambil lagi-lagi ngeliatin saya dari ujung kaki sampai kepala. 


Waktu dengar itu saya cuma bisa menghela nafas dalam sambil pura-pura senyum. Asli itu nyakitin banget sih buat saya 😣 




Bulan April 2020 lalu juga begitu. Saya baru aja ketemu sama seorang teman sekolah. Waktu dia ngelihat saya, ekspresinya sama seperti si Mawar. Ngelihatin saya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Begitu saya masuk mobil dia langsung gopoh pake jaket. Padahal cuaca lagi panas dan pake kaos lengan pendek emang kelihatan lebih nyaman. Kami pun ngobrol dan dia nyeletuk, “Yang tinggi itu berarti ayahmu atau ibumu, De?” awalnya masih saya jawab biasa aja. Karena ya namanya temen udah lama nggak ketemu 🙂 


“Tapi, kamu tinggi lho, De”

“Oh, berarti masmu sama adekmu juga tinggi-tinggi ya. Yang kemarin kamu post itu masmu sama adekmu kan ya?”

“Badanmu kan bagus tapi, De, tinggi”


Lama-lama saya enek juga. Dalam hati rasanya saya pengen banget teriak, “Emang kenapa siihh?! Kamu ada masalah sama perempuan tinggi?!” 


Sejujurnya saya nggak pernah nyaman kalau ngomongin postur tubuh. Bener banget kata Mbak Gita. pada akhirnya orang-orang akan berekspektasi lebih pada orang yang dianggap punya privilege 😣 


“Kamu kan tinggi, kenapa nggak jadi model aja?”

Kalau nggak gitu, 


“Kamu kan tinggi, mending jadi pramugari aja”

“Duh, sayang banget sih punya badan tinggi nggak dimanfaatin”


Dulu awalnya saya ngerasa sedih banget kalau ada orang yang bilang kayak gitu. Karena bisa di bilang saya nggak sebegitu feminimnya 😬 *uhuk*. Jadi, kalau denger orang ngomong kayak gitu itu seolah saya merasa gagal menjadi perempuan. Seolah saya yang sedikit tomboy plus cuek ini menyalahi kodrat. Dan seolah pula saya mempunyai tanggung jawab lebih untuk merealisasikan cita-cita orang lain ke saya karena saya punya postur tinggi.  


Kalau sekarang, saya rasanya udah kebal dengerin orang ngoomong begitu 🙂 Meski masih rada overthinking dan insecure kalau ketemu temen dan mereka jadi nggak nyaman karena saya. 


Padahal jadi orang tinggi itu nggak selalu enak. Salah tiganya susah banget cari baju, celana, dan sendal. Padahal banyak banget celana lokal yang lucu-lucu. Tapi begitu saya yang pakai jadi nggak lucu sama sekali. Seringnya cingkrang. Sendal perempuan juga jarang banget ada yang ukuran kaki saya. Beruntungnya sekarang udah banyak banget pakaian oversize 😆 Bukan cuma pakaian, sebenernya banyak juga yang bikin saya nggak nyaman. 


Tapi, yasudahlah. Semenjak saya belajar untuk lebih mencintai diri sendiri, saya jadi lumayan cuek dengan hal-hal itu. Meski kadang masih ada insecure dikit hehe dikit kok nggak banyak 🙂 


Sebenernya saya nulis hal ini juga ada rasa khawatir seperti yang Mbak Gita bilang di videonya. Dianggap kepedean atau pamer dengan postur tubuh. Padahal, saya cuma pengen cerita dari pengalaman saya 😬 Semoga aja teman-teman nggak ada yang salah paham. 


Jadi begitu teman-teman curhatan saya kali ini. Adakah yang meraskaan hal serupa? Kuy, dibagi supaya kita bisa lebih memahami dan menghapuskan doktrin ‘Perempuan yang cantik adalah yang tinggi, putih, dan kurus’🥴


 


Judul                : Seikatsu Kaizen

Author : Suzy Ong

Publisher     : Elex Media 

Published : 2017

Pages : 234

Genre : Social Science


Preloved store   : Tokopedia


Jepang mulai berinteraksi dengan Tiongkok pada abad ke-3. Berdasarkan letak geografisnya, Jepang memang berdekatan dengan Tiongkok dan Korea. Sampai abad ke-10, Jepang mulai ‘men-jepang-kan’ budaya Tiongkok. 


Di abad ke-16, bangsa Portugis datang ke Jepang untuk berdagang dan menyebarkan agama Kristen (Katolik). Tapi, karena adanya konflik dengan pemerintahan, awal abad ke-17 Jepang mengusir bangsa Portugis dan nggak memperbolehkan warga Jepang untuk ke luar negeri serta melarang orang Barat (kecuali Belanda) untuk datang ke Jepang. Semua informasi dunia Jepang mendapatkannya dari Belanda. 


Pertengahan abad ke-19, Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya meminta Jepang untuk mencabut larangan berdagang dengan luar negeri. Kondisi ekonomi Jepang yang pada saat itu masih mengandalkan industri rumah tangga hampir bangkrut karena banyaknya impor produk industri dari negara lain masuk. 


Menyadari hal itu, Jepang pun mulai belajar untuk membenahi bangsanya. Mulai dari produksi barang, sistem pemerintahan, hingga budaya yang dianggap nggak beradab. Titik balik Jepang dimulai di saat Jepang mengalami kekalahan pada perang dan memiliki banyak hutang negara pada tahun 1900-an.


Tahun 1919, pemerintah Jepang memulai kampanye nasional untuk mmbina ketahanan nasional (Movement for the Cultivation of Nation Strenght). Kampanye ini memaksa rakyat Jepang untuk hidup hemat, bekerja keras, dan meninggalkan budaya mabuk-mabukan. 


Semenjak itulah pemerintah bekerja keras untuk membuat Jepang menjadi negara yang beradab seperti negara barat lainnya. Tujuan Jepang pun tercapai. Pada tahun 1970 Jepang berhasil menjadi rakasa ekonomi dunia hingga saat ini. 


Review



Ini adalah buku sejarah Jepang pertama yang saya baca selain buku pelajaran SD. saya baru tahu kalau sebelumnya sehebat sekarang, ternyata kebiasaan masyarakat Jepang cukup bikin melonggo. Nggak kebayang aja sih Jepang yang disiplin banget dulunya ternyata malas dan hobi sekali mabuk-mabukan 😬


Semua budaya buruk itu bisa berubah berkat pemerintah Jepang yang menurut saya bener-bener serius menanganinya (seenggaknya begitulah yang tertulis di buku ini). Mereka kelihatan malu banget dengan budaya mereka sewaktu bangsa barat datang dan secara nggak langsung menunjukkan ketidaksukaaannya dengan budaya asli Jepang saat itu 😶


Selain banga barat yang jadi role model Jepang saat itu, nggak dipungkiri karena kekalahannya di medan perang dan hutang negara yang banyak. Sewaktu Jepang mengirim pasukan ke SIberia, otomatis pekerja di pabrik pun berkurang. Begitu pula dengan bahan pangan. Yang mau nggak mau berimbas ke harga makanan yang melambung tinggi. Dan dibagian ini pun cukup seram karena ada adegan menjarah toko. Saya jadi inget film 'Dibalik 1998' yang pernah terjadi di Indonesia 😱 


Baca juga: Review Buku You are a Badass by Jen Sincero

Pemerintah pun memerintahkan rakyatnya untuk bekerja lebih giat supaya bisa beli kebutuhan pokok. Hmm, tapi di sini saya cukup bingung. Bukannya segiat apapun kita kerja kalau memang pendapatannya segitu ya tetap, ya nggak sih? Hhe saya juga nggak tahu gimana sistem bekerja di sana saat itu 😬  


Secara general, buku ini sangat menarik untuk dibaca. Dari segi budaya terutama meski nggak begitu mendalam tapi seenggaknya saya jadi tahu untuk menjadi Jepang yang sekarang, mereka telah berusaha keras meninggalkan budaya asli dan menciptakan budaya Jepang yang baru. Saya jadi sedikit penasaran, bangsa barat yang jadi role model Jepang, kira-kira dulunya siapa ya panutan mereka? 🤔


Buku ini sepertinya hasil penelitian penulis sewaktu sekolah di Jepang. Karena bahasanya yang terkesan kaku dan sangat formal. Tapi, isinya cukup seruuu hihi 😆 


Kalau teman-teman gimana? Pernah baca buku sejarah Jepang juga nggak? Atau sejarah negara lain yang bikin teman-teman melonggo bacanya? Negara mana ya yang seru untuk dibaca sejarahnya? 😜


P.S: buku-buku yang sudah saya baca akan saya jual di sini, barangkali teman-teman ada yang tertarik hihi thank you


Punya kulit wajah cerah dan sehat memanglah impian semua orang. Baik laki-laki maupun perempuan. Untuk mendapatkannya pun nggak cukup dengan hanya menggunakan pelembab aja nih. Dengan bantuan serum yang mengandung Vitamin C bakalan bikin kulitmu lebih cerah dan yang pastinya membantu menunda penuaan dini. Siapa sih yang menolak tetap terlihat awet muda? 😆


Kebutuhan kulit di setiap usia tentu berbeda. Di usia saya yang nggak tua dan nggam muda ini (tetap menolak di bilang tua), kebutuhan kulit akan Vitamin C sangat terbantu dengan menggunakan serum. Setelah review eBright Skin Sunscreen Cream minggu lalu, nah sekarang saya mau berbagi pengalaman menggunakan produk dari eBright Skin Essential C-Bright Serum 😉





Essential C-Bright Serum

BPOM NA18191905171

Halal 00150095890519


Harga : IDR 125K

Netto : 20 ml

Shoppe            : Egyptian Beauty Skin

Website           : eBright Skin


Cara Pakai:

Tuang 2-3 tetes cairan ke telapak tangan. Oleskan tipis merata ke seluruh wajah. Tunggu 5-10 menit hingga serum meresap. Dapat dilanjutkan dengan pemakaian day cream/night cream untuk hasil maksimal.

Usia Minimal Pemakaian: 15 Tahun

Ingredients:

Aqua, Butylene Glycol, Ethyl Ascorbic Acid, DMDM Hydantoin, Gluthathione, Xantan Gum, Allantoin, Dipotassium Glycyrrchizinate, Fragrance. 


Review 


Saya menggunakan eBright Skin Essential C-Bright Serum berbarengan dengan eBright Skin Sunscreen Cream. Jadi ini sudah memasuki pemakaian minggu ke-3. 


eBright Skin Essential C-Bright Serum ini punya tekstur cair jadi cepat meresap ke dalam kulit. Surprisingly, setelahnya pun kulit jadi terlihat lebih sehat dan segar. Sukaaakk banget! 😆 Ini nih yang bikin kaum hawa bahagia. Awalnya saya rada ragu karena takut wajah saya jadi bruntusan hehe. Syukurlah nggak dan kayaknya malah jidat saya yang sebelumnya bruntusan banyak bangeeet udah berkurang sedikit. 


Baca juga: Review Skincare eBright Skin Sunscreen Cream

Essential serum ini memiliki kandungan gluthatione yang merupakan antioksidan tinggi yang mampu menangkal radikal bebas, detoxifying, dan mampu membantu proses regenerasi sel tubuh. Selain itu gluthatione juga berfungsi menghambat eumelanin (zat yang menyebabkan kulit menjadi lebih gelap), menjadi pheomelanin yang membuat wajah lebih cerah. Meski sebenarnya tubuh kita mampu memproduksi gluthatione ini, namun seiring dengan bertambahnya usia dan meningkatnya intensitas paparan radikal bebas, gluthatione alami dalam tubuh pun dapat menurun 😬 


Kalau banyak banget yang bilang bikin glowing, kayaknya saya nggak merasakan perubahan yang signifikan sih. Mungkin karena berbahan dasar alami jadi butuh waktu lebih lama kali ya🤔 Tapii, yang saya suka adalah dark spot di beberapa bagian memang memudar sedikit. Sampai hari ini serum ini sudah mau habis sih, sekitar 1 minggu pemakaian lagi. Jadi untuk 1 tube ini sepertinya memang untuk pemakaian 1 bulan.


eBright Skin Essential C-Bright Serum ini bisa digunakan untuk semua jenis kulit ya. Aromanya jeruknya juga enak banget suka banget. Jadi makin kerasa seger aja gitu setelah pakai. Sayangnya packaging serum ini menurut saya kurang travel friendly. Karena biasanya serum yang saya pakai ukurannya setengah dari ini hehe 😬


Saya juga punya masalah pori-pori wajah yang besar di sekitar hidung. Saya kira awalnya bisa bikin pori-pori saya mengecil sedikitlah seenggaknya. Padahal saya udah rutin pakai 2 kali sehari. Tapi ternyata nggak ngefek di saya haha. Sepertinya perihal pori-pori ini harus pakai perawatan tertentu 😬  


eBright Skin Essential C-Bright Serum aman dipakai karena sudah terdaftar BPOM dan MUI alias halal hihi. Udah deh, kalau udah terdaftar di dua ini saya mah percaya aja 😉


Over all, eBright Skin Essential C-Bright Serum kurang begitu cocok di saya. Nah, buat mas-mas atau mbak-mbak yang lagi nyari serum lokal yang berbahan dasar alami, sila dicoba eBright Skin Essential C-Bright Serum ini. Kalau pun produk ini nggak begitu cocok di saya, siapa tahu cocok buat kalian cocok yakaannn? 😌





Newer Posts
Older Posts

Follow by Email

1Minggu1Cerita

1minggu1cerita

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan

LET’S BE FRIENDS

Blog archive

  • ▼  2021 (18)
    • ►  February (4)
    • ▼  January (14)
      • 3 Skill Dasar untuk Menikmati Hidup
      • Detective Conan, Serial Nostalgia sambil Tebak-teb...
      • Tinggi
      • Review Buku: Seikatsu Kaizen, Sejarah Jepang Dibal...
      • Review Skincare: eBright Skin Essential C-Bright S...
      • Review Buku: You are a Badass by Jen Sincero
      • Review Buku: Quantum Ikhlas
      • Review Skincare: eBright Skin Sunscreen Cream
      • Untold Story, Cerita Dibalik Setiap Kata
      • Minimalis
      • Ingin Pakai Behel? Pastikan 4 Hal Berikut
      • Komunitas Blogger yang Bikin Ngeblog Makin Semangat
      • Rewind Indonesia 2020, Bukti Indonesia Punya Creat...
      • Review Film: Soul (2020), Apa Makna Hidup Sebenarnya?
  • ►  2020 (53)
    • ►  December (17)
    • ►  November (10)
    • ►  October (5)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  June (1)
    • ►  May (7)
    • ►  April (2)
    • ►  March (3)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (20)
    • ►  October (2)
    • ►  September (5)
    • ►  August (1)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2018 (63)
    • ►  December (1)
    • ►  November (12)
    • ►  October (5)
    • ►  September (4)
    • ►  August (1)
    • ►  July (3)
    • ►  June (8)
    • ►  May (4)
    • ►  April (6)
    • ►  March (7)
    • ►  February (8)
    • ►  January (4)
  • ►  2017 (15)
    • ►  December (6)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  August (1)
    • ►  June (3)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2016 (6)
    • ►  October (1)
    • ►  April (3)
    • ►  January (2)
  • ►  2015 (22)
    • ►  November (3)
    • ►  October (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (6)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  April (2)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)

SUBSCRIBE NEWLETTER

recent posts

Created with by BeautyTemplates | Distributed by blogger templates